TEMPO.CO, Jakarta - Tak sedikit perajin tahu dan tempat telah memutuskan untuk mogok produksi dan penjualan sebagai bentuk protes harga bahan baku kedelai yang terus naik dan tidak stabil.
Salah satu yang melakukan mogok adalah Sahabat Perajin Tempe Pekalongan (SPTP) Indonesia. Mereka mogok produksi dari 30 sampai 1 Januari 2020. Lalu dilanjutkan dengan mogok penjualan mulai 1 Januari sampai 3 Januari 2020.
"Harganya (bahan baku) naik dan terkontrol," kata Ketua SPTP Pekalongan Mua'limin saat dihubungi di Jakarta, Sabtu, 2 Januari 2021.
Tak hanya SPTP Indonesia, sebelumnya sebanyak 5.000 pelaku usaha kecil dan menengah atau UKM di DKI Jakarta menghentikan proses produksi tahu dan tempe selama tiga hari. Mogok kerja dilakukan mulai dari 1 Januari hingga 3 Januari 2021.
Di tengah kondisi ini, Mua'limin pun berharap impor kedelai bisa dikembalikan kepada Perum Bulog lagi. Selama ini, ketika impor kedelai dipegang oleh importir dan harga terus berfluktuasi. "Masalahnya, harga gak bisa stabil," kata dia.
Ketua Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo) Aip Syarifuddin sebelumnya menyebutkan kenaikan harga kedelai yang didominasi oleh impor ini sudah terjadi dalam beberapa waktu terakhir. Ia menduga lonjakan harga kedelai sebagai dampak meredanya ketegangan antara Amerika Serikat dan Cina.
Saat perang dagang kedua negara memanas, harga kedelai impor turun ke level Rp 6.000 per kilogram. Kini setelah mereda, naik menjadi Rp 9.000 karena permintaan kedelai di Cina meningkat.
Baca: Harga Kedelai Meroket, Kemendag: Stok Cukup Hingga 3 Bulan Mendatang