TEMPO.CO, Jakarta - Kenaikan harga bahan baku kedelai impor saat ini sangat menyulitkan produsen tahu dan tempe di Tanah Air. Ketua Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo) Aip Syarifudin menyebutkan, biaya produksi 1 kilogram tempe ikut melonjak.
"Harganya (bahan baku) naik dari Rp 6.000-Rp 6.500 per kilogram (kg) menjadi Rp 9.500," kata Syarifudin saat dihubungi di Jakarta, Sabtu, 2 Januari 2021.
Jika normalnya harga bahan baku Rp 6.500 per kilogram, maka harga jual tempe berkisar Rp 11.000-12.000 per kilogram. Namun dengan kondisi sekarang, harga bahan baku naik menjadi Rp 9.500 per kilogram, biaya produksi melonjak jadi Rp 13.000-14.000 per kilogram.
Dengan begitu, Syarifudin memperkirakan harga tempe dan tahu di pasar bakal naik hingga 20 persen untuk menutup lonjakan biaya produksi. "Kami mohon pengertiannya," kata dia.
Sebelumnya, Syarifuddin menyebut lonjakan harga kedelai terimbas meredanya ketegangan antara Amerika Serikat dan Cina. Saat perang dagang kedua negara memanas, harga kedelai impor turun ke level Rp 6.000 per kilogram.
Kini setelah mereda, naik menjadi Rp 9.000 karena permintaan kedelai di Cina meningkat. Kementerian Perdagangan pun membenarkan hal ini. "Permintaan kedelai Cina naik 2 kali lipat," kata Sekretaris Jenderal Kementerian Perdagangan Suhanto.
Selama ini, sebagian besar dari kebutuhan kedelai Indonesia memang dipenuhi dari impor. Para perajin tahu tempe bukannya tidak ingin membeli kedelai lokal. Masalahnya, harganya belum kompetitif.
Kedelai impor bisa sampai ke Indonesia dengan harga sekitar Rp 6.500. Petani lokal juga menjual dengan harga Rp 6.500, tapi baru di ladang. Setelah diangkut ke perajin, harganya menjadi lebih mahal.
Untuk itu, Syarifudin berharap para petani kedelai lokal ini bisa terus diberdayakan. Lalu, harga jualnya pun dikelola agar tidak kalah bersaing dengan kedelai impor. "Para perajin pun jadi enak," kata dia.
Baca: Harga Kedelai Melonjak jadi Rp 9.200 per Kg, 5.000 UKM Mogok Produksi Tahu Tempe