TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) Ahmad Syafrudin Ahmad Safrudin mendorong pemerintah agar segera menerapkan kebijakan bahan bakar bersih.
"Karena apapun juga itu tuntutan dari konstitusi, peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia," kata Syafrudin dalam diskusi virtual, Kamis, 31 Desember 2020.
Jika tidak diterapkan, kata dia, menjadi semacam upaya pembangkangan dari berbagai pihak, termasuk dari pihak regulator dan dari pihak yang seharusnya mengawal regulasi itu bisa diterapkan dengan baik.
Syafrudin menuturkan pemerintah sebenarnya sudah lama menginisiasi penggunaan bahan bakar bersih. Namun dari waktu ke waktu, penerapan masih selalu ditunda berbagai macam masalah. "Persoalan salah satunya political electoral," ujarnya.
Misalnya, pada 2014 pemerintah mencanangkan akan menghapus bahan bakar minyak atau BBM Jenis Premium 88 di 2018. Pada 2018 rencana itu kandas untuk diterapkan.
Dia mengatakan saatnya Presiden Joko Widodo atau Jokowi menuntaskan perjuangan melawan dominasi oil trader dan negara-negara pelaku dumping BBM Kotor. Jika tidak, maka selamanya Indonesia menjadi obyek permainan kotor oil trader dan negara-negara pelaku dumping dirty fuel tersebut yang berimbas pada rentannya ketahanan energi nasional, defisit neraca perdagangan dan pencemaran udara.
Menurutnya, ada empat BBM yang masuk kategori kotor atau dapat merusak lingkunagn dan manusia, yaitu Premium 88, Pertalite 90, Dexlite 51, dan Solar 48.
Syafrudin juga mengatakan hingga Desember 2019, total populasi kendaraan bermotor di Indonesia mencapai 146.378.843 unit. "Angka yang besar sekali," kata dia. Syafrudin merinci jumlah itu didominasi oleh sepeda motor sekitar 120 juta unit, kemudian kendaraan penumpang 16 juta, truk 8 juta lebih dan bus 900 ribu.