Senada, Direktur Pemasaran dan Pengembangan Produk PT Pegadaian, Harianto Widodo, mengatakan manajemennya mulai melepaskan pengelolaan sembilan hotel secara bertahap. Aset yang tersebar di di Sumatera, Jawa, Sulawesi, ini digerakkan oleh PT Pesonna Indonesia Jaya, anak usaha PT Pegadaian. “Sepenuhnya dipegang holding, kami mengurus core business saja,” tuturnya.
Dalam tahap pembahasan pada Januari 2020, Direktur Utama PT Hotel Indonesia Natour, Iswandi Said, sempat mengatakan terdapat 106 perseroan yang mempunyai bisnis hotel dengan berbagai macam kondisi.
Di luar lima entitas yang baru menyepakati jual beli saham dan aset holding perhotelan, sebenarnya masih ada juga PT Angkasa Pura I (persero) serta PT Pembanguan Perumahan (Persero) Tbk. “Tujuh ini yang mencarikan konsep-konsep peralihan atau konsolidasi sebaiknya bagaimana.”
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira Adhinegara, menilai penyatuan hotel milik BUMN tak akan berdampak positif karena tingkat keterisian yang masih anjlok akibat pandemi Covid-19.
“Dari pada penyatuan lebih baik dilepas ke swasta, kalau tidak malah rebutan okupasi,” ujarnya. “Dari dulu saya heran untuk apa BUMN punya hotel?”
Bhima menyarankan pemerintah berfokus memulihkan kepercayaan konsume lewat sertifikasi kesehatan dan kebersihan (Cleanliness, Health, Safety and Environment Sustainability/CHSE). Kementerian Pariwisata sudah sempat mengalokasikan Rp 119 miliar untuk pelaksanaan program tersebut di seluruh provinsi.
Adapun Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Yusuf Rendy, mengatakan peleburan berpotensi menambah modal masing-masing BUMN hotel, baik dalam bentuk fisik seperti revitalisasi gedung, maupun non fisik seperti kapasitas karyawan. “Tapi tantangan peleburan adalah harus segera bersaing dengan usaha hotel besar lain yang sudah establish.”
Baca: Tahun 2021, Wijaya Karya Bidik Kontrak Baru Rp 40 Triliun
CAESAR AKBAR | YOHANES PASKALIS