TEMPO.CO, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bakal memperbaharui regulasi penyelenggaraan fintech peer to peer lending. Penguatan regulasi dinilai dibutuhkan seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan industri yang kian pesat.
“Saat ini sedang dalam proses menerima masukan-masukan dari berbagai pihak,” ujar Deputi Direktur Pengaturan, Penelitian, dan Pengembangan Teknologi Finansial OJK, Munawar Kasan, Selasa 29 Desember 2020.
Sebagaimana diketahui, dalam tiga tahun terakhir akumulasi penyaluran pinjaman fintech lending selalu berlipat ganda setiap tahunnya. Otoritas berharap peningkatan jumlah pinjaman tersebut dapat diiringi dengan peningkatan kualitas dan layanan yang diberikan. Saat ini terdapat total 151 perusahaan fintech lending yang terdaftar atau berada di bawah naungan OJK.
Salah satu kebijakan yang diterapkan otoritas adalah melakukan moratorium pendaftaran fintech lending baru, dan berfokus pada perusahaan-perusahaan yang telah terdaftar lebih dulu.
“Kami juga tidak segan melakukan pencabutan atau pembatalan tanda terdaftar dengan pertimbangan banyak hal, ada yang sukarela karena menganggap bisnisnya tidak berjalan, ada juga yang tidak bisa memenuhi syarat OJK,” kata Kasan.
Selain pengetatan proses pendaftaran dan perizinan fintech, OJK juga bakal mengatur tentang ketentuan permodalan dan ekuitas, hingga tata kelola (governance) seperti kewajiban fit and proper test bagi pengurus dan pemegang saham pengendali perusahaan.
Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) mendukung rencana OJK merevisi aturan main fintech lending. Juru bicara AFPI Andi Taufan mengatakan asosiasi telah memberikan masukan langsung terhadap Rancangan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (RPOJK) tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (RPOJK LPBBTI) atau fintech peer to peer (P2P) lending. “Kami berharap regulasi ini dapat meningkatkan kualitas industri,” ujarnya.