Sedikitnya ada enam poin tuntutan Muhammadiyah terkait Bank Syariah Indonesia. Keenam tuntutan itu adalah:
Pertama, BSI sebagai bank syariah maupun lembaga perbankan milik negara pada umumnya hendaknya benar-benar menjadi perbankan Indonesia yang dikelola secara good governance, profesional, dan terpercaya untuk sebesar-besarnya hajat hidup dan peningkatan taraf hidup rakyat.
Pengelolaan dan manajemen BSI harus benar-benar dikontrol dengan seksama, transparan, dan akuntabel sehingga sejalan dengan perundang-undangan dan peraturan yang berlaku serta tidak ada pihak manapun yang menyalahgunakan dan memanfaatkan perbankan Indonesia untuk kepentingan yang bertentangan dengan asas, fungsi, dan tujuannya.
Kedua, BSI dan perbankan Indonesia pada umumnya harus memiliki kebijakan khusus yang bersifat imperatif yang lebih besar/maksimal (minimal 60 persen untuk pembiayaan UMKM) untuk akselerasi pemberdayaan, penguatan, dan pemihakan yang tersistem kepada UMKM dan kepentingan mayoritas rakyat/masyarakat kecil.
Kinerja dan keberhasilan BSI hendaknya tidak dinilai dari laba, tetapi sejauh mana membantu menciptakan lapangan kerja dan tujuan sosial meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Kebijakan tersebut dapat mengatasi kesenjangan sosial-ekonomi sekaligus terwujudnya pasal 33 UUD 1945 dan sila kelima Pancasila. Bila kesenjangan sosial-ekonomi dibiarkan akan merusak kebersamaan dan persatuan Indonesia.
BSI dan perbankan pada umumnya tidak menjadi lembaga yang memberi kemudahan dan dimanfaatkan oleh kelompok yang memiliki akses kuat secara ekonomi, politik, dan sosial manapun.