2. Djoko Tjandra
Sosok Djoko Tjandra menyita perhatian publik ketika Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri menangkapnya setelah buron 11 tahun. Salah satu pendiri Mulia Group ini ditangkap di Malaysia pada Kamis siang, 30 Juli 2020 dan dibawa ke Indonesia pada malam harinya.
Djoko menjadi terpidana dalam kasus cessie Bank Bali senilai Rp 904 miliar pada 1998. Kala itu, Bank Bali tak dapat menagih piutang ke Rp 3 triliun ke tiga bank, Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI), Bank Umum Nasional (BUM), dan Bank Tiara.
Sehingga, kedua bank tersebut menjadi "pasien" Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Di sinilah terjadi praktik korupsi ketika terjadi pengalihan piutang BPPPN dan Bank Indonesia (BI). Belakangan juga terkuak pengalihan tagihan itu hanya akal-akalan untuk mengail komisi.
Singkat cerita, Djoko pun dinyatakan bersalah dan majelis hakim Mahkamah Agung (MA) memvonis Djoko 2 tahun penjara pada 11 Juni 2009. Tapi sebelum vonis dijatuhkan, Djoko sudah kabur ke Port Moresby, Papua Nugini, pada 10 Juni 2019.
Kini, Djoko telah kembali ke Indonesia. Selasa, 22 Desember 2020 kemarin, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur memvonis Djoko 2,5 tahun penjara. Ia dinyatakan terbukti memalsukan surat jalan, surat keterangan pemeriksaan Covid-19, dan surat rekomendasi kesehatan, selama masa buron.
3. Benny Tjokrosaputro
Nama berikutnya yang menjadi sorotan publik di awal 2020 adalah Komisaris PT Hanson International Tbk Benny Tjokrosaputro. Benny menjadi tersangka dalam kasus korupsi PT Asuransi Jiwasraya pada 14 Januari 2020, berikut Direktur Utama BUMN tersebut, Hendrisman Rahim, dan tiga orang lainnya.
Kasus korupsi yang dilakukan Benny ini ini menyebabkan kerugian negara mencapai Rp 16,81 triliun. Angka ini jauh lebih besar ketimbang kerugian negara pada kasus Bank Century yang hanya 6,76 triliun.
Dalam sidang pledoi 22 Oktober 2020, Benny menyebut dakwaan dan tuntutan kepadanya merupakan konspirasi untuk menjeratnya dalam korupsi Jiwasraya. Tapi, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipiko) Jakarta Pusat tetap menjatuhi hukuman untuk Benny seumur hidup. Selain itu, ia diwajibkan membayar uang pengganti sebanyak Rp 6 triliun.