"Kami pasarkan secara online ini, mengirim satu dua dos pasang sepatu, tetapi rata-rata bisa mengirim produk hingga 6.000 pasang per hari. Produksi sepatu Aero Street yang dijual dengan harga Rp 99.900 pasang untuk berbagai jenis sepatu itu, memiliki kemampuan produksi mencapai 5.000 pasang hingga 6.000 pasang per hari," kata Aditya.
Menurut Aditya, beralihnya pabrik dari pasar offline ke online tersebut membuat perusahaan tetap bertahan pada masa pandemi Covid-19. Bahkan, produksi terus ditingkatkan karena melayani permintaan pasar yang tidak bisa terbendung.
Aditya memasarkan produk secara online via instagram. Menurut dia, perusahaan besar sepatu lain di Indonesia mungkin tidak mengenal itu, sehingga mereka libur produksi hingga sekarang. Peluang besar ini, dimanfaatkan dengan baik oleh Aditya. Merek Aero Street asal Klaten terus berkembang lebih besar dibanding saat offline.
Pada awal sebelum Covid-19, pabrik melayani pesanan konsumen mencapai 6.000 pasang per hari. Tetapi sekarang justru meningkat menuju 9.000 pasang per hari, dan semuanya full online. Aero Street masih kekurangan barang untuk melayani konsumen.
"Pada zaman pasar offline, penjual mau menjual ke Papua harus membeli tiket pesawat, datang ke distributor negosiasi, dan penjual masih menawarkan barang ke toko-toko grosir dan ke toko retail kemudian baru sampai ke konsumen. Hal ini, membutuhkan waktu sekitar dua bulan," katanya.
"Pasar online saya pasang iklan klik satu detik sudah ada pembeli, dan ke Papua atau Irian satu dua minggu barang sampai konsumen, dan sekarang sekitar 98 persen omzet penjualan melalui online. Kami selama 37 menit bisa menjual 2.880 pasang sepatu ke konsumen," katanya.