"Karena kalau mereka ingin semuanya sendiri, menurut saya, pertama biayanya sangat mahal. Yang kedua butuh investasi yang terus menerus sehingga break event-nya menjadi panjang dan itu tidak mungkin," ujarnya.
Ia melihat, digitalisasi membantu pelaku usaha untuk dapat meningkatkan pasarnya, misalnya melalui platform e-commerce.
Pelaku usaha diharapkan dapat memanfaatkan pasar tersebut dengan sebaik-baiknya agar tetap bisa bertahan dan terus bertumbuh.
"Kedua, dari sektor keuangan, perbankan. Bank Jago baru saja dibeli oleh Gojek. Itu adalah salah satu contoh kolaborasi, karena Gojek ini sudah punya ekosistem. Sehingga kalau mereka punya bank, itu punya dana murah. Tetapi kalau fintech tidak punya bank atau tidak berkolaborasi dengan bank, maka dia tidak akan bisa mendapatkan dana murah atau dananya terlalu mahal atau bahkan susah mendapatkan dana," kata Aviliani.
Jadi, lanjutnya, fintech memang harus berkolaborasi dengan bank dan bank juga harus berkolaborasi dengan fintech karena mereka sudah punya customer experience.
Menurut Aviliani, kalau tidak memiliki customer experience, maka bank akan sulit untuk mendeteksi calon nasabah baru.
"Karena. ke depan kalau kita bicara hanya dari keuangan perusahannya saja, maka kita hanya akan mendapatkan customernya itu-itu saja. Nah inklusi keuangan bisa terjadi lebih luas kalau, satu, adalah custmer experience," ujarnya.
Sedangkan yang kedua adalah harus ada kebijakan dari pemerintah khususnya untuk dukcapil dan pelayanan publik yang diberikan pemerintah, itu bisa diberikan datanya. Misalnya penggunaan listrik PLN dan penggunaan telepon, untuk melihat karakteristik penduduk.
"Karena, kalau hanya dari sosmed saja, itu masih banyak akun-akun palsu jadi tidak bisa dijadikan database yang bagus. Bisa jadi database ini malah membuat NPL dari fintech-fintech. Makanya fintech berusaha untuk berkolaborasi dengan bank supaya saling memberikan win-win," kata Aviliani.
ANTARA
Baca juga: Sri Mulyani Ungkap Syarat Pertumbuhan Ekonomi RI 5 Persen pada 2021