TEMPO.CO, Jakarta - Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia atau KNTI mendesak pemerintah mengimplementasikan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan serta Pembudidaya Ikan dan Tambak Garam. Permintaan ini menyusul cuaca ekstrem di sekitar daerah pesisir dalam satu bulan terakhir yang mengancam keselamatan nelayan.
“Strategi perencanaan dan penganggaran untuk memberi perlindungan, pengawasan, pencegahan, dan penanganan kebencanaan yang berdampak kepada nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam masih minim,” ujar Ketua Harian DPP KNTI Dani Setiawan dalam keterangannya, Senin, 14 Desember 2020.
Dampak cuaca ekstrem, tutur Dani, telah mengakibatkan aktivitas sektor perikanan lumpuh. Hingga Desember 2020, KNTI mencatat 55 kapal di Surabaya, Semarang, Sumpenep, Tuban, dan Serdang Bedagai rusak karena cuaca buruk. Selain itu, puluhan rumah nelayan atau masyarakat pesisir dihantam gelombang dan angin kecang.
Di Kota Pekalongan, KNTI mencatat tanggul penahan air jebol sehingga menyebabkan banjir di dalam rumah warga. Kondisi yang sama pun dialami masyarakat pesisir di Tanjungbalai, Asahan, dan Kota Medan.
Dani melanjutkan, ratusan ribu nelayan kecil tidak bisa melaut karena adanya gelombang tinggi dan angin kencang. Kondisi ini, menurut Dani, sebetulnya merupakan kejadian rutin yang terus terjadi setiap tahun. Namun, dia menyayangkan pemerintha tidak memiliki mitigasi khusus.