TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Kelautan dan Perikanan atau KKP kembali disentil oleh Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia soal kebijakan alat tangkap. KKP sebelumnya mengeluarkan ketentuan yang membolehkan penggunaan alat tangkap melalui Peraturan Menteri Nomor 59 Tahun 2020.
“Perubahan aturan penangkapan ikan dalam lima tahun terakhir ini menunjukan buruknya tata kelola perikanan dan inkonsistensi kebijakan,” ujar Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia, Moh Abdi Suhufan, dalam keterangannya, Ahad, 13 Desember 2020.
Peraturan Menteri KKP Nomor 59 tahun 2020 yang diterbitkan pada masa kepemimpinan Edhy Prabowo mengizinkan penggunaan alat tangkap jenis cantrang, dogol, pukat ikan, dan pukat hela dasar udang. Beleid ini menganulir aturan sebelumnya yang ditetapkan oleh Menteri KKP terdulu, Susi Pudjiastuti, yakni Peraturan Menteri Nomor 2 Tahun 2015 tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkap Ikan Pukat Hela (trawls) dan Pukat Tarik (seint Net).
Abdi mengatakan KKP telah kehilangan objektivitas dan origininalitas dalam merumuskan kebijakan tentang penggunaan alat tangkap. Kebijakan ini ditengarai membuat nelayan dan pelaku usaha merugi sekaligus mengancam keberlanjutan sumber daya ikan.
“Inkonsistensi aturan ini akan berdampak buruk pada tata-kelola perikanan karena aturan bisa berubah 180 derajat tergantung siapa yang menjadi menteri dan menteri berteman dengan siapa” kata Abdi.
Menurut Abdi, perubahan aturan bukan sesuatu yang tabu mengingat sumber daya ikan bersifat dinamis. Namun, perubahan tersebut perlu dilakukan secara hati-hati dengan mempertimbangkan teknis yang matang.
Ia mencontohkan klausul peraturan yang mengizinkan penggunaan alat tangkap cantrang bagi kapal ukuran di bawah 30 GT untuk beroperasi di jalur II WPP 712. Aturan itu dinilai tak mempertimbangkan kondisi karena WPP tersebut telah kelewat dieksploitasi.