Direktur PT TRFX Garuda Berjangka Ibrahim menyatakan harga CPO juga akan terbantu program pencampuran biodiesel dan solar. Pemerintah telah menjalan program pencampuran biodiesel hingga 30 persen atau B30. Tahun depan pengujian untuk B40 akan dilakukan dengan target penerapan pada 2022.
"Permintaan terhadap komoditas ini akan terus meningkat," katanya. Terlebih lagi program ini didukung pemerintah dengan menyesuaikan tarif pungutan ekspor CPO berjenjang sesuai harga CPO.
Namun dia menyatakan harga CPO masih rentan. Kenaikan harga akan memicu tambahan produksi sehingga pasokan di pasar akan berlebihan. Meski permintaan berpotensi tinggi namun pandemi masih belum jelas akhirnya. Ibrahim memperkirakan harga CPO dapat turun di kisaran 2.800 ringgit Malaysia.
Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia, Sahat Sinaga, membenarkan bahwa pergerakan positif harga CPO akan mempengaruhi produksi. "Kalau harga mulai bagus, maka petani juga mulai rajin memupuk," ujarnya.
Dengan kenaikan harga sejak Juni 2020, dia memproyeksi produksi CPO pada 2021 akan tumbuh sekitar 3 persen. Jumlahnya meningkat dari estimasi produksi tahun ini yang mencapai 47 juta ton menjadi 48,4 juta ton. Sementara produksi Crude Palm Kernel Oil (CPKO) diperkirakan naik 4 persen dari 4,6 juta ton di 2020 menjadi 4,8 juta ton di 2021.
Dari proyeksi produksi itu Sahat memperkirakan jumlah ekspor sawit tahun depan mampu mencapai 36,7 juta ton. Sebanyak 80 persennya berupa ekspor produk hilir sawit. Sementara ekspor CPO diestimasi berjumlah 7,4 juta ton. Angka perkiraan ini senada dengan perhitungan pemerintah yang mengestimasi kenaikan ekspor sawit pada 2021 menjadi 36 juta ton dari tahun ini sekitar 32, juta ton.
Baca: Ahok Kritik Keras Program Gasifikasi Batu Bara dan Biodiesel
VINDRY FLORENTIN