Yang kedua, jumlah perokok justru meningkat karena maraknya sigaret ilegal di pasaran yang lebih murah. Lalu saat produk tidak sah semakin banyak, menjadi kontraproduktif dengan keinginan menaikkan penerimaan negara dari cukai.
Saat ini 4,86 persen rokok ilegal beredar di tengah warga. Berdasarkan hitungan Enny, 2 persen ilegal saja, potensi kehilangan pajak dari cukai mencapai Rp3 triliun.
Di sisi lain, persentase ilegal tersebut adalah yang telah ditindak. Dengan letak Indonesia sebagai negara kepulauan, Enny meyakini peredaran rokok ilegal lebih banyak lagi. Paling tidak dua kali lipatnya.
Yang menjadi pertanyaannya, dari mana pemerintah bisa menetapkan kenaikan rokok. Padahal, pertumbuhan ekonomi minus. Inflasi juga tidak sampai 2 persen. Bahkan gaji buruh tahun depan tidak naik.
“Negara narasinya relaksasi dan beri insentif kepada seluruh sektor juga untuk komoditas. Tapi kenapa itu tidak terjadi di cukai,” kata dia.
Baca: Sri Mulyani: Kenaikan Cukai Rokok Mulai Berlaku 1 Februari 2021