Lebih jauh, Poorima menuturkan dukungan reformasi dari program ini menghasilkan kebijakan dan teknologi yang mendorong inovasi serta menambah inklusi keuangan dengan membuka akses ke produk dan layanan keuangan formal. “Meningkatkan kualitas layanan tersebut sekaligus menjangkau populasi yang lebih luas dan belum sepenuhnya terlayani,” ujarnya.
Sebelumnya, survei nasional inklusi keuangan oleh Dewan Nasional Keuangan Inklusif menunjukkan bahwa persentase orang dewasa di Indonesia yang memiliki rekening bank meningkat dari 35 persen pada 2016 menjadi 56 persen pada 2018. Walau ada kemajuan, Indonesia dinilai masih tertinggal jika dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia dan Thailand.
Oleh sebab itu, penyediaan layanan keuangan di Indonesia merupakan tantangan bagi negara yang memiliki keragaman geografis dan budaya serta perbedaan yang signifikan untuk akses ke produk-produk keuangan antardaerah dan antarkelompok.
Terlebih lagi, pandemi Covid-19 turut memperburuk situasi finansial karena masyarakat yang tidak memiliki akses ke layanan keuangan tidak memiliki tabungan atau akses ke pinjaman untuk bertahan di tengah kemerosotan ekonomi. ADB dalam hal ini mendukung pemerintah untuk meningkatkan jumlah penduduk Indonesia yang menggunakan layanan keuangan dari lembaga keuangan formal yaitu 76 persen pada 2019 menjadi 90 persen pada 2022.
ANTARA
Baca: Terancam Pailit, Pengembang Meikarta Tunda Bayar Bunga Utang Rp 306,6 Miliar