Sebelumnya dalam acara ini, Laode yang juga merupakan eks komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjabarkan masalah integritas serta praktik korupsi dalam dunia bisnis dan investasi. Laode mengutip sebuah data US-Foreign Corrupt Practices Act mengenai "Location of Improper Payments, 2011-2020".
Menurut data itu, Cina menempati urutan pertama di dunia dengan 49 poin. Disusul oleh Brazil dan India. Sementara, Indonesia berada di peringkat 6 dengan 11 poin.
"Oleh karena itu, saya sangat takut sedikit, takut banyak sebenarnya, investasi Cina makin banyak ke Indonesia," kata Laode.
Meski demikian, Bahlil mengakui tetap ada spekulasi dan kecurangan di dalam investasi. "Abu Nawas-nya ada juga, ngomongnya hari ini A, besok bikin yang lain," kata dia.
Oleh sebab itu, Bahlil menyebut salah satu caranya adalah dengan mengikat sebuah investasi dengan perjanjian yang jelas. Agar, tidak ada potensi kerugian apapun yang terjadi di kemudian hari.
Memang harus diakui, kata Bahlil, bisnis tambang, seperti nikel, membutuhkan investor yang berani. Kebetulan, investor yang memiliki keberanian lebih adalah dari Cina. "Karena dia judinya di situ," kata dia.
Tapi, Bahlil mengatakan dirinya juga tak ingin mengikuti keberanian investor ini dengan aturan yang tidak baik. Untuk itu, Ia memastikan tidak boleh ada negara yang bisa mengontrol investasi di Indonesia. Bagi dia, harus ada kesamaan perlakuan untuk semua investor.
Baca: Faisal Basri Kritik Jokowi Tangani Covid-19: Menteri Lebih Sibuk Urusi Investasi