TEMPO.CO, Jakarta – Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Adhi S. Lukman menyatakan Indonesia masih belum memimpin sebagai negara pengekspor produk-produk makanan halal. Posisi Indonesia dianggap masih kalah dengan negara lain, seperti Malaysia.
“Kalau kita lihat di top five consumer halal food, Indonesia termasuk yang terbesar. Tapi di dalam top five negara exporting country, Indonesia belum masuk,” ujar Adhi dalam webinar yang diselenggarakan Markplus, Senin, 7 Desember 2020.
Adhi mengungkapkan, industri makanan halal di Indonesia menghadapi sejumlah problem. Problem tersebut adalah manajemen data kurang tertata. Kemudian, catatan tentang ekspor produk dinilai tak terlampau rapi. Masalah-masalah inilah, kata dia, yang perlu dibenahi dalam waktu dekat agar Indonesia bisa menjadi negara eksportir untuk produk makanan halal terbesar.
Sembari memperbaiki persoalan yang ada, Adhi menyarankan industri melakukan modernisasi produk halal. Seumpama berhasil memiliki branding atau merek yang kuat, ia meyakini Indonesia mampu meningkatkan ekspor ke pasar dunia. “Karena itu yang menjadi kunci sukses pengembangan,” tuturnya.
Potensi produk makanan halal ditengarai akan tinggi karena pertumbuhan konsumsinya meningkat setiap tahun. Berdasarkan catatan Gapmmi, pengeluaran penduduk dunia untuk makanan dan minuman muslim mencapai US$ 1,17 triliun pada 2019. Angka itu naik 3,1 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Tak hanya penduduk muslim, masyarakat non-muslim pun telah menjadi konsumen industri makanan halal. Musababnya, di mata global, makanan halal dianggap memenuhi standar mutu, kebersihan, dan keamanan. Konsumsi produk halal per tahun juga terus mengalami lonjakan lantaran populasi masyarakat bertambah dan pendapatan domestik produk atau PDB kian tumbuh.