TEMPO.CO, Jakarta - Pakar ekonomi digital Ibrahim Kholilul Rohman memprediksi berbagai potensi dampak bila Grab dan Gojek sepakat merger. Salah satunya yaitu aksi korporasi ini berpotensi melahirkan monopoli teknologi.
"Dari sisi digital policy, ini the worst scenario," kata Ibrahim yang juga Kepala Riset Ekonomi PT Samudera Indonesia Tbk ini saat dihubungi di Jakarta, Minggu, 6 Desember 2020.
Beberapa waktu terakhir, isu merger antara dua perusahaan super app dan e-commerce, Grab dan Gojek, memang berembus kencang. Walau demikian, kedua perusahaan sampai saat ini masih satu sikap soal kabar merger ini.
"Kami tidak berkomentar mengenai spekulasi yang beredar di pasar," ujar Juru Bicara Grab yang enggan menyebutkan namanya kepada Bisnis.com, Kamis 3 Desember 2020.
Dihubungi secara terpisah, Chief Corporate Affairs Gojek Nila Marita juga menolak berkomentar mengenai perihal merger tersebut. "Kami tidak dapat menanggapi rumor yang beredar di pasar," kata Nila.
Pada dasarnya, kata Ibrahim, Grab maupun Gojek, memiliki inti bisnis yang sama, yaitu data. Sementara bisnis seperti jasa transportasi hanyalah puncak dari bisnis yang kelihatan di masyarakat.