Secara umum, Isa menuturkan bahwa telah ada kemajuan internal terkait pembayaran utang dari Lapindo tersebut. Kementerian Keuangan telah berkonsultasi dengan Kejaksaan Agung, Badan Pemeriksa Keuangan, dan lainnya. "Nanti kalau sudah ada kesimpulannya kita akan mulai mengambil action, nanti kami akan khusus untuk kasih tahu mengenai hal ini."
Sebelumnya, pemerintah mencatat total utang perusahaan Lapindo Brantas dan Minarak Lapindo Jaya hingga akhir 2019 sebesar Rp 1,9 triliun. Utang itu terdiri atas utang pokok senilai Rp 773,38 miliar, denda senilai Rp 981,42 miliar, dan bunga Rp 163,95 miliar.
Terakhir, Lapindo tercatat baru membayar utang kepada pemerintah senilai Rp 5 miliar. Utang tersebut terkait dana talangan yang digelontorkan perseroan untuk warga yang terdampak semburan lumpur Lapindo.
Tahun lalu, Lapindo telah mengupayakan pembayaran utang lewat pengalihan aset perusahaan di Sidoarjo. Perusahaan mengupayakan sertifikasi tanah di area terdampak. Namun, kala itu, baru sekitar 44 hektare yang rampung. Kesulitan melakukan sertifikasi muncul karena banyak tanah yang masih tertutup lumpur.
Perusahaan juga melakukan sertifikasi pada lahan seluas 45 hektare yang sebelumnya merupakan Perumnas Tanggulangin Sejahtera. Sertifikat dari sejumlah aset yang telah jelas kedudukan hukumnya telah diserahkan kepada Pusat Pengendalian Lumpur Sidoarjo, yang berada di bawah naungan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Baca: Sri Mulyani Terbitkan Aturan Penyesuaian Tarif Pungutan Ekspor Produk Sawit
CAESAR AKBAR | FAJAR PEBRIANTO