Berikut ini adalah temuan yang diungkap ICW mengenai penyelundupan benur lobster.
1. Indikasi berdasarkan data Badan Pusat Statistik
Tama Langkun mengatakan indikasi adanya penyelundupan benur lobster pada era Susi Pudjiastuti tampak dari data Badan Pusat Statistik. "Kita melihat misalnya data resmi dari BPS, mengatakan pada 2019 pun ketika ekspor lobster dilarang tetap terjadi," ujar dia dalam webinar bersama Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI), Senin, 30 November 2020.
Data tersebut pun, menurut Tama, menunjukkan adanya nilai ekspor benih lobster 273 kilogram pada 2019. "Meski nilainya kecil, ini fakta ketika dilarang pun ekspor tetap terjadi,” ujar Tama. Selain indikasi penyelundupan, pada 2017 hingga 2019, ia pun menyebut ada indikasi monopoli pada saat itu.
2. Penyelundupan disinyalir terjadi sejak 2014 hingga 2019
Temuan lainnya, kata Tama, adalah dugaan terjadinya penyelundupan benur lobster ini sejak 2014 hingga 2019. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan juga mengendus aliran dana dari luar negeri yang diduga mendanai pengepul untuk membeli benur tangkapan lokal. Pada 2019, nilainya mencapai Rp 300-900 miliar.
3. Persoalan dari hulu sampai hilir
Menurut Tama, Peraturan Menteri KP Nomor 12 Tahun 2020, yang menjadi dasar ketentuan ekspor lobster ini sudah mencakup instrumen persiapan tata kelola dan pengawasan agar program berjalan dengan baik. Namun, pelaksanaannya di lapangan bermasalah.
Dia menemukan beberapa fakta penyelewengan, seperti pemberian izin kepada eksportir hingga adanya dugaan monopoli terhadap perusahaan pengiriman. “Ternyata ada masalah hulu dan hilir. Problem dari tata kelola maupun tata niaga pun harus diselesaikan,” katanya. Selain itu, ia menilai pada kasus ini bukan kebijakan yang menjadi permasalahan, melainkan orang-orang yang terlibat dalam implementasinya.
Baca: Susi Pudjiastuti Minta Effendi Gazali Debat Dengan Nelayan