TEMPO.CO, Jakarta – Komisi Pengawas Persaingan Usaha atau KPPU akan bekerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam mengusut dugaan monopoli benih bening lobster (BBL). Kerja sama diperlukan bila KPPU membutuhkan keterangan dari tersangka dugaan korupsi izin usaha perikanan.
“Kami akan memanggil semua pihak terkait bila diperlukan, termasuk kalau pihak tersebut adalah tahanan KPK. Kami harap KPK mendukung itu,” ujar Guntur Juru Bicara KPPU Guntur Saragih saat ditemui di Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Selasa, 1 Desember 2020.
KPPU tengah meneliti dugaan monopoli ekspor benih lobster sejak Juni 2020. Penelitian ini berangkat dari laporan asosiasi. Asosiasi menyatakan eksportir hanya bisa mengirimkan komoditas lewat satu badan usaha logistik.
Selain memanggil tersangka KPK, KPPU membuka kemungkinan meminta keterangan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). KKP merupakan lembaga yang dianggap berwenang dan mengetahui jalannya ekspor benur.
“Kami cek dari kebijakan KKP tidak ada yang menuju ke indikasi monopoli. Tapi dalam praktiknya apakah ada unsur-unsur yang mengarah ke situ kan kami harus cek,” kata Komisioner KPPU, Afif Hasbullah.
Dalam waktu dekat, KPPU akan memanggil 40 eksportir benur. Dari puluhan pengusaha, KPPU bakal menghimpun data yang diperlukan untuk memperkuat alat bukti. KPPU bakal menaikkan perkara ini ke penyelidikan bila alat bukti kuat.
KPK telah menetapkan tujuh orang tersangka dugaan kasus korupsi izin usaha perikanan. Selain mantan Menteri KKP Edhy Prabowo, keenam tersangka lain adalah Safri alias SAF selaku Staf Khusus Menteri KKP, Andreau Pribadi Misata alias APM selaku Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas, serta Siswandi selaku pengurus PT Aero Citra Kargo. Kemudian, Ainul Faqih alias AF, staf istri Menteri KKP, dan Amril Mukmin, sekretaris pribadi Edhy.
Baca juga: Edhy Prabowo Diduga Habiskan Waktu di Hawaii untuk Berburu Diskon Black Friday
FRANCISCA CHRISTY ROSANA