TEMPO.CO, Jakarta -Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Pandjaitan meminta Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK mengedepankan asas praduga tidak bersalah dalam kasus dugaan suap izin ekspor benih lobster yang menyeret mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo.
Hal ini disampaikan oleh juru bicara Menko, Jodi Mahardi. Ia menyebutkan Luhut Pandjaitan mengungkapkan rasa empati terhadap pemeriksaan Edhy Prabowo oleh KPK.
"Beliau (Luhut) berharap agar KPK bisa melakukan pemeriksaan secara komprehensif mengenai kasus ini, tetapi asas praduga tidak bersalah perlu tetap dikedepankan," kata Jodi dalam siaran pers, Sabtu, 28 November 2020.
Adapun Ketua KPK Firli Bahuri menyebutkan operasi tangkap tangan (OTT) adalah hal yang wajar apabila komisi mengendus ada indikasi praktik suap atau korupsi. Penggeledahan yang dilakukan KPK untuk menindaklanjuti kasus tersebut diklaim sudah sesuai prosedur.
"Kami tidak melakukan pemeriksaan berlebihan. Itu dilakukan secara transparan, akuntabel," ujar Firli dalam konferensi pers di Gedung KPK. "Karena sesungguhnya ini nanti akan diuji kembali oleh Jaksa Penuntut Umum saat sidang. Setiap langkah yang kami buat harus bisa dipertanggungjawabkan."
Edhy Prabowo sebelumnya telah ditetapkan sebagai tersangka kasus suap izin ekspor benih lobster usai operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan di Bandara Soekarno Hatta, Rabu dini hari, 25 November 2020. Ia ditangkap sepulang dari kunjungannya ke Amerika Serikat.
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan tujuh orang tersangka. Selain Edhy, keenam tersangka lain adalah Safri alias SAF selaku Staf Khusus Menteri KKP, Andreu Pribadi Misata alias APM selaku Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas, serta Siswandi selaku pengurus PT Aero Citra Kargo.
Selain itu dua tersangka lainnya adalah Ainul Faqih alias AF dan Amril Mukmin alias AM. AF adalah staf istri Menteri KKP, sementara AM adalah sekretaris pribadi Edhy.
BISNIS
Baca: Luhut Akui Praktik Monopoli Pengangkutan Ekspor Lobster Keliru