Hal tersebut diamini oleh Chief Executive Officer Asuransi Jiwa Generali Indonesia, Edy Tuhirman. Berdasarkan survei yang dilakukan Generali Group di 22 negara dengan melibat 13 ribu responden, diketahui bahwa 56 persen responden merasa perlu untuk memliki asuransi jiwa dan asuransi kesehatan di tengah krisis yang terjadi. “Namun, awareness itu terganjal oleh daya beli masyarakat yang rendah di era pandemi,” katanya.
Edy berujar saat ini, perusahaan asuransi harus cerdik dalam menyiasati produk yang terjangkau serta meracik strategi untuk menghadapi fenomena tersebut.
“Kami pada triwulan III ini mengalami penurunan pendapatan premi walau hanya 4 persen.” Di sisi lain, laba perusahaan tercatat naik 19 persen. “Anomali ini terjadi karena walaupun nasabah semakin banyak, mereka membeli polis yang kecil-kecil.”
Chief Marketing Officer PT Asuransi Allianz Life Indonesia, Karin Zulkarnaen menambahkan produk jenis unit-linked atau produk asuransi yang dikaitkan dengan investasi (PAYDI) masih akan prospektif, seiring dengan tingginya kebutuhan masyarakat terhadap benefit yang ditawarkan. Di Allianz misalnya, sebagian besar portofolio didominasi oleh unit-linked, dengan pertumbuhan premi sebesar 28,45 persen secara tahunan.
“Kami tetap yakin kebutuhan terhadap asuransi tetap tinggi, sehingga kami terus meningkatkan pemasaran dan komunikasi produk juga layanan kami agar pertumbuhan bisnis terus meningkat,” ujarnya.
Baca: Asosiasi Asuransi: Klaim Meninggal Dunia Naik 17,4 Persen di Kuartal III