TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir mengatakan penentuan merek vaksin Covid-19 yang bakal dihadirkan di Indonesia adalah wewenang Kementerian Kesehatan. Namun, ia memastikan pilihan itu sesuai dengan daftar yang ada di Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO dan sudah melalui uji klinis I dan II.
Selain itu, ketika akan dipergunakan vaksin Covid-19 juga harus seizin Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). "Tentu sebagai catatan tambahan, vaksin yang akan dibeli pemerintah adalah vaksin yang bersahabat dengan distribusi kita, yaitu 2-8 derajat Celcius," ujar Erick dalam konferensi video, Selasa, 24 November 2020.
Pertimbangan rantai dingin tersebut pula yang membuat pemerintah mempertimbangkan vaksin yang dikembangkan Sinovac, Novavax, maupun AstraZeneca dan belum bisa memilih vaksin buatan Pfizer dan Moderna. "Itu karena rantai dinginnya minus 75 derajat Celcius, yang satu minus 20 derajat Celcius," tutur Menteri BUMN.
Erick mengatakan pemerintah harus membongkar sistem distribusi yang selama ini biasa dilakukan, apabila harus memilih vaksin dengan rantai dingin di bawah 2-8 derajat Celcius. Padahal, distribusi vaksin harus segera disiapkan.
"Kalau ini persiapan tiga tahun lagi mungkin berbeda. Ini kan persiapan harus dilakukan dan sistem distribusi kita sudah baik. Makanya vaksin yang dibeli harus yang rantai dinginnya bersahabat dengan Indonesia," ujar Erick.
Oleh karena itu, Erick menegaskan, pemerintah memiliki pertimbangan dalam memilih vaksin Covid-19 yang akan didatangkan ke Tanah Air. Pemerintah akan memilih vaksin yang sesuai dengan kebutuhan di Indonesia. "Jadi jangan berpikir pemerintah beli merek tertentu karena berbisnis, tidak," ujar dia.
Di samping menghadirkan vaksin impor, Erick Thohir memastikan pemerintah juga terus menggarap pengembangan vaksin dari dalam negeri, yaitu Vaksin Merah Putih. Sehingga, ke depannya, Indonesia tidak lagi bergantung kepada produk impor.
Baca juga: Erick Thohir Ajak Warga yang Mampu untuk Bayar Vaksin Covid-19
CAESAR AKBAR