TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Dedi Mulyadi meminta pemerintah memperhatikan aspek kelestarian ekosistem dalam membangun Taman Nasional Komodo sebagai destinasi super-prioritas. Dia mengatakan pembangunan tersebut tak boleh menggeser karakter taman nasional sebagai destinasi wisata petualangan.
“Kami akan kasih masukan kepada pemerintah agar wisata di sana tetap berbasis alam. DPR usul jangan diubah seperti kebun binatang, apalagi jadi taman safari,” ujar Dedi saat ditemui Tempo di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 23 November 2020.
Berdasarkan cetak biru pemerintah, Pulau Komodo sebagai bagian dari Taman Nasional Komodo akan dipoles sebagai destinasi super-premium berkonsep terbatas. Wisatawan yang berkunjung ke Pulau Komodo kelak akan dipatok tarif mencapai US$ 1.000. Kunjungan pun harus menggunakan kartu keanggotaan.
Sedangkan Pulau Rinca yang juga menjadi habitat komodo akan diarahkan sebagai destinasi pariwisata masif. Pemerintah bakal membangun sejumlah fasilitas di lokasi ini, seperti elevated deck, pusat informasi, hingga kafetaria.
Rencana pembangunan tersebut memperoleh penolakan dari koalisi masyarakat Manggarai Barat. Penolakan terjadi karena konsep restorasi yang dicanangkan pemerintah diduga akan mengeksploitasi kawasan hijau.
Dedi menyatakan DPR akan memanggil pemerintah untuk memberi keterangan terkait pembangunan kawasan taman nasional ini. Pemanggilan dilakukan pada hari ini, Selasa, 24 November 2020, dalam rapat dengar pendapat serta dihadiri pihak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
“Kami sudah menerima pokok-pokok pikiran baik dari LSM, akademikus, maupun pelaku usaha wisata. Dari seluruh pokok pikiran itu kami akan memberikan rekomendasi dalam rapat dengar pendapat,” ucapnya.
Di samping menyoroti soal konsep pembangunan berbasis kelestarian alam, Dedi mengatakan dalam rekomendasinya, DPR akan mendesak peruntukan pendapatan negara bukan pajak (PNBP) bagi kepentingan daerah. Dia menyarankan 20 persen PNBP mengalir ke pemerintah provinsi, 30 persen ke pemerintah daerah, dan 50 persen ke pemerintah pusat.
Dedi juga meminta pemerintah tidak melakukan relokasi terhadap masyarakat lokal. “Ada kekhawatiran penduduk lokal dipindah karena (Pulau Komodo) akan dikelola oleh pengusaha profesional. Jadi mereka memiliki akses,” ucapnya.
Direktur Utama Badan Otorita Pariwisata Labuan Bajo Flores (BOPLBF) Shana Fatina memastikan pengembangan wisata Taman Nasional Komodo akan mengutamakan kelestarian lingkungan. Sebagai upaya untuk menjaga habitat komodo, ia pun mengatakan pemerintah akan mengatur kapasitas pendatang.
“Dengan adanya integrasi jumlah wisatawan justru bisa diatur,” katanya. Di samping itu, pengembangan destinasi wisata tak akan tersentral di Pulau Komodo, tapi juga daerah penyangganya seperti Ruteng hingga Lembata.