TEMPO.CO, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperpanjang relaksasi atau restrukturisasi kredit sampai dengan Maret 2022. Hal ini dilakukan sebagai antisipasi untuk membantu debitur terdampak Covid-19 yang punya prospek usaha, tetapi butuh waktu lebih panjang untuk bisa kembali normal.
Selain itu, perpanjangan relaksasi ini juga diharapkan akan membantu perbankan dalam menata kinerja keuangannya terutama dari sisi mitigasi risiko kredit.
Terkait hal ini, Executive Vice President Secretariat & Corporate Communication PT Bank Central Asia Tbk. atau BCA, Hera F Haryn menyambut baik kebijakan tersebut. Pasalnya, perpanjangan relaksasi membantu bank tetap melaporkan kredit relaksasi pada status lancar dan memberi waktu untuk pemulihan debitur.
BCA, kata Hera, juga memahami bahwa kebijakan restrukturisasi diambil untuk meredam dampak perlambatan ekonomi akibat Covid-19 di sektor perbankan. "BCA berkomitmen mendukung nasabah untuk menghadapi kondisi perlambatan bisnis dengan memberikan restrukturisasi kredit secara selektif pada berbagai segmen," katanya, Jumat, 20 November 2020.
Hingga pertengahan Oktober 2020, BCA memproses Rp 107,9 triliun pengajuan restrukturisasi kredit. Angka itu segara dengan 19 persen dari total kredit, yang berasal dari 90.000 nasabah.
Adapun total kredit yang direstrukturisasi pada akhir 30 September 2020 adalah sebesar Rp 90,7 triliun. Nilai tersebut setara dengan 16 persen dari total kredit pada semua segmen.