Lebih jauh, ia menyebutkan UU Cipta Kerja diperlukan karena pemerintah memiliki target peningkatan investasi hingga 6,6-7 persen dan target penciptaan lapangan kerja yang bisa menyerap 2,7 hingga 3 juta per tahun. “Ini karena setiap tahun ada tambahan angkatan kerja baru sekitar 2,5 juta orang,” ujarnya.
Ekonom Universitas Indonesia Faisal Basri sebelumnya meminta Presiden Joko Widodo atau Jokowi untuk tak memaksakan pelaksanaan Omnibus Law Undang-undang Cipta Kerja hanya untuk menggenjot investasi masuk ke Tanah Air.
Pasalnya, dari kacamata Faisal Basri, pemerintah sebelumnya sudah berada di jalur yang tepat dalam melakukan sejumlah pembenahan perbaikan birokrasi untuk mengundang para investor datang dan berbisnis di Indonesia. Hal ini terbukti dari perbaikan peringkat Kemudahan Berbisnis (Ease of Doing Business atau EODB) Indonesia yang dirilis oleh Bank Dunia dalam beberapa tahun terakhir.
Pemerintah, kata Faisal, hanya perlu memperbaiki sejumlah hal dalam penerapan paket kebijakan-paket kebijakan yang sudah dikeluarkan sebelumnya. "Tanpa perlu adanya bom atom yang namanya Omnibus Law Undang-undang Cipta Kerja, kemudahan berbisnis di Indonesia akan mengalami perbaikan luar biasa," ujarnya seperti dikutip dari siaran video di YouTube CokroTV, Jumat, 23 Oktober 2020.
Dalam video berjudul "Ayo Jokowi, Kembali ke Jalur yang Benar!" dan berdurasi 14 menit 38 detik ini, Faisal Basri yakin bahwa dengan pembenahan kebijakan yang ada, revolusi berbisnis akan membuat Indonesia masuk ke dalam peringkat 30 besar EODB tersebut.
BISNIS
Baca: Sri Mulyani Sebut Omnibus Law Sebagai Reformasi Ambisius di Masa Krisis