TEMPO.CO, Jakarta - RUU Larangan Minuman Beralkohol yang kini tengah dibahas Badan Legislatif Dewan Perwakilan Rakyat belakangan disorot banyak pihak, salah satunya dari kalangan pengusaha. Selain diproduksi di dalam negeri, tak sedikit volume impor dari produk minuman beralkohol ini yang turut menyumbang penerimaan negara.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, impor untuk kelompok HS Code 2 digit 22 atau HS 22 yang meliputi minuman, alkohol, dan cuka menurun dalam tiga tahun terakhir. Pada 2018, impor HS 22 mencapai US$ 208,6 juta. Kemudian pada 2019 turun menjadi US$ 136,3 juta dan pada 2020 atau sepanjang tahun berjalan sebesar US$ 85,1 juta.
Sedangkan dari sisi ekspor, dalam dua bulan terakhir, kelompok HS 22 juga mengalami penurunan. Pada September 2020, ekspor minuman, alkohol, dan cuka tercatat sebesar US$ 12,58 juta dengan volume 25,4 juta kilogram. Angka ini turun dari bulan sebelumnya yang mencapai US$ 19,9 juta dengan volume mencapai 138,8 juta kilogram.
Adapun berdasarkan data Kementerian Keuangan, penerimaan cukai dari minuman mengandung etil alkohol atau MMEA sepanjang Januari hingga September 2020 tercatat sebesar Rp 3,61 triliun. Dari sisi pertumbuhan, pendapatan cukai dari MMEA menurun sekitar 23 persen dari periode yang sama tahun lalu.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengusaha Importir dan Distributor Minuman Indonesia (APIDMI) Ipung Nimpuno menyatakan sepanjang tahun 2020 ini ada permintaan minuman beralkohol jeblok hingga 80 persen. Hal tersebut di antaranya karena imbas pandemi Covid-19.