Selain menyumbang serapan terhadap tenaga kerja, sektor usaha minuman beralkohol mendorong pertumbuhan ekonomi daerah dari industri-industri rumah tangga yang memproduksi minuman arak tradisional, seperti Brem Bali dan Cap Tikus.
Usaha rumahan ini bahkan mendapat dukungan dari sejumlah pemerintah setempat untuk mendongkrak pendapatan asli daerah. “Pemda pun sudah mendorong sebagai produksi lokal yang dikenal di internasional,” ucap Ipung.
Meski memiliki potensi besar terhadap perekonomian, Ipung mengakui permintaan minuman beralkohol di dalam negeri sepanjang 2020 turun hingga 80 persen akibat pandemi Covid-19. Di samping melorotnya permintaan, industri ini mengalami hambatan karena surat perizinan impor alias SPI dari Kementerian Perdagangan terlambat turun.
Menurut Ipung, semestinya SPI sudah diterbitkan sejak awal tahun untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri sepanjang 2020. Namun, Kementerian Perdagangan baru menerbitkan surat tersebut pada Oktober 2020 sehingga impor minuman beralkohol terlambat masuk ke Indonesia. “Kami baru bisa datangkan barang pada Desember karena butuh waktu dua bulan untuk memproses,” ucapnya.
Baca: Terimbas RUU Larangan Minuman Beralkohol, 2 Saham Produsen Bir Kembali Jeblok