TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso menyoroti sejumlah masalah dalam perkembangan teknologi keuangan digital. Salah satunya yaitu kelemahan dalam aturan hukum saat ini menyangkut penyalahgunaan data pribadi.
Sebab, praktik penyalahgunaan hanya diganjar dengan delik penipuan atau pribadi, bukan delik pidana. "Ini kurang bisa menggigit," kata Wimboh dalam acara Indonesia Fintech Summit secara virtual pada Rabu, 11 November 2020.
Sehingga, aturan hukum saat ini juga kurang memberikan efek jera terhadap pelaku penyalahgunaan data pribadi tersebut. Untuk itulah, Wimboh berharap Rancangan Undang-Undang atau RUU Perlindungan Data Pribadi bisa cepat rampung di DPR.
Dalam beberapa tahun terakhir, berbagai kasus penyalahgunaan data pribadi terus terjadi. Terakhir yaitu berbentuk kebocoran data pengguna di salah satu financial technology, cermati.com dan e-commerce, Lazada.
Persoalan ini juga disinggung Jokowi dalam acara yang sama. Menurut dia, perkembangan teknologi di sektor keuangan menimbulkan beberapa potensi risiko, seperti kejahatan cyber, misinformasi, transaksi error, dan penyalahgunaan data pribadi.
Di sisi lain, pemerintah dan DPR sebenarnya sudah duduk bersama menyusun RUU Perlindungan Data Pribadi. Tapi, RUU ini tak kunjung kelar dibahas di DPR sejak tahun lalu.
Selain masalah data pribadi, Wimboh juga menyoroti persaoalan kejahatan siber. Menurut dia, masalah ini sudah menjadi perhatian semua negara di dunia. "Jadi perlu pedoman nasional, how to mitigate cyber risk," kata Wimboh.
Wimboh ingin masalah-masalah ini bisa dipahami oleh semua pemain teknologi keuangan digital. Tapi di saat yang bersamaan, Ia juga menilai harus ada kebijakan otoritas yang akomodatif untuk agar teknologi keuangan kian berkembang. "Agar layanan cepat, ongkos murah, kualitas bagus," kata dia.
Baca: Pembobolan Dana Nasabah Maybank 20 M, OJK Soroti Masalah Literasi Keuangan