"Saya melihat bahwa ini akan mejadi tren dari pada penguatan ekspor berbasis industri, seperti industri otomotif. Kita juga bisa melihat bahwa industri porselen atau holloware (peralatan makan) ini sangat baik," ujar Lutfi.
Selain itu, Lutfi mengatakan eksportir juga bisa memanfaatkan peluang dari sanksi yang diberikan kepada Vietnam akibat tuduhan manipulasi mata uang dan kayu ilegal. Melihat situasi ini, Lutfi mengatakan Indonesia bisa menggenjot ekspor furnitur. "Saya bisa lihat bahwa dalam 1-2 tahun mendatang, ekspor furnitur akan tumbuh hebat sekali akibat tuduhan pada Vietnam," ujar Lutfi.
Tak hanya GSP, Lutfi mengatakan Indonesia akan meningkatkan kerja sama ekonomi dengan mengajukan skema Limited Trade Deal (LTD). Menurut dia, pemerintah saat ini tengah menyusun penulisan surat kepada United States Trade Representative (USTR) untuk melakukan negosiasi.
Pada skema LTD, nantinya tarif bea masuk produk yang ada dalam GSP dapat dijadikan nol secara permanen. Sementara itu untuk tarif bea masuk produk di atas 10 persen dapat dipangkas sebesar 50 persen.
"Kami menawarkan (skema) 5+7+5, yaitu lima produk ekspor utama, tujuh produk potensial, dan lima produk strategis," ujar Lutfi.
Adapun lima produk ekspor utama adalah apparel, karet, alas kaki (footware), elektronika, dan furnitur. Kemudian, untuk tujuh produk potensial adalah produk kayu, travel goods, produk kimia terutama berbasis kelapa sawit, perhiasan, mainan, rambut artifisial, dan kertas. Terakhir untuk lima produk strategis yaitu produk mesin, plastik, spare part otomotif, alat optik dan medis, dan produk kimia organis.