TEMPO.CO, Jakarta - Keputusan pemerintah Amerika Serikat memperpanjang preferensi tarif Generalized System of Preferences (GSP) kepada Indonesia pada tanggal 30 Oktober 2020, membawa optimisme baru bagi peningkatan kerja sama bisnis yang lebih erat antara kedua negara. Di samping diproyeksikan akan menggenjot arus perdagangan dua arah, sektor lain yang akan terdampak positif adalah kerja sama di bidang investasi.
Menurut Duta Besar RI untuk AS, Muhammad Lutfi, perpanjangan GSP ini tidak terlepas dari hubungan bilateral yang dijalin dengan sangat baik antara Indonesia dan AS, termasuk di tingkat pemimpin kedua negara. "Fasilitas GSP sangat penting dalam membantu agar produk-produk ekspor unggulan Indonesia dapat terus kompetitif di pasar AS yang memang dikenal memiliki tingkat persaingan yang tinggi. Apalagi selama ini AS merupakan pasar ekspor non-migas terbesar kedua di dunia bagi Indonesia," kata Lutfi dalam keterangan tertulis, Senin, 2 November 2020.
Menurutnya, usai mendapatkan perpanjangan GSP, langkah yang segera dilakukan adalah menyusun Road Plan dengan memfokuskan pada skema 5+7+5, yakni lima produk utama (apparel, produk karet, alas kaki, elektronik dan furniture), tujuh produk potensial (produk kayu, travel goods, produk kimia lainnya, perhiasan, mainan, rambut artifisial dan produk kertas) dan lima produk strategis (produk mesin, produk plastik, suku cadang otomotif, alat optik dan medis dan produk kimia organik).
Selama ini, dari 3.572 pos tarif yang mendapatkan fasilitas GSP, tercatat baru 729 pos tarif atau praktis hanya sebesar 20,4 persen yang menggunakan tarif nol persen ke pasar AS. Sisanya, hampir 80 persen belum dimanfaatkan.
Terkait hal ini, KBRI Washington DC bersama dengan kementerian terkait di tanah air dan juga Kadin, khususnya KIKAS (KADIN Indonesia Komite AS), akan segera melakukan program sosialisasi yang intensif kepada eksportir Indonesia agar mereka dapat mengoptimalkan preferensi tarif ini.
Pos-pos tarif yang mendapatkan fasilitas GSP, banyak yang diproduksi oleh Usaha Kecil Menengah (UKM) di Indonesia, seperti mebel, perhiasan perak, hand bag, pintu kayu dan sebagainya.