TEMPO.CO, Yogyakarta - Dua kelompok serikat buruh di Daerah Istimewa Yogyakarta tak satu suara merespons keputusan Pemerintah DIY terkait Upah Minimum Provinsi (UMP) DIY tahun 2021.
Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X pada Sabtu kemarin, 31 Oktober 2020, memutuskan menaikkan Upah Minimum Provinsi (UMP) DIY tahun 2021 menjadi sebesar Rp 1.765.000. Upah minimum itu naik sebesar 3,54 persen dari upah minimum tahun 2020 ini.
Namun ada dua serikat buruh dengan nama sama yakni Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) DIY saling berbeda sikap.
KSPSI pertama, yang merupakan KSPSI ATUC (ASEAN Trade Union Council) DIY, menyatakan sangat kecewa atas putusan Sultan HB X terkait upah minimum 2021 itu. "Kami kecewa berat dan patah hati terhadap keputusan Gubernur DIY yang hanya menaikkan upah minimum sebesar 3,54 persen itu," ujar Irsad Ade Irawan, Sekretaris DPD KSPSI DIY Sabtu 31 Oktober 2020.
Menurut Irsad, keputusan Gubernur DIY tentang Upah Minimum 2021 tidak lebih baik dari Dewan Pengupahan Provinsi DIY yang merekomendasikan kenaikan upah minimum sebesar 4 persen.
Gubernur DIY, ujar Irsad, seperti hendak memupuskan harapannya sendiri untuk mengurangi penduduk miskin dan ketimpangan sebagaimana ia sampaikan dalam pidato Visi Misi Gubernur DIY 2017-2020. "Upah murah yang ditetapkan tahun ke tahun berpotensi melestarikan kemiskinan dan ketimpangan di DIY," katanya.
Upah Minimum yang tidak pernah naik secara signifikan dari tahun ke tahun itu, menurut Irsad, berpotensi menyebabkan buruh di DIY tidak mampu membeli tanah dan rumah. Pasalnya harga tanah terus melambung tinggi namun buruh harus hidup dengan upah murah meski memiliki produktivitas yang baik.