Faisal menilai UU Cipta Kerja disesuaikan dengan 'keinginan pengusaha' agar tidak terbebani dari unsur tenaga kerja dan segala kewajiban terkait tenaga kerja dipermudah.
"Tapi ingat, kita tidak boleh lagi mengedepankan strategi upah murah. Karena itu tidak sesuai dengan kenyataan," ujarnya.
Faisal menuturkan lebih dari separuh orang yang bekerja adalah orang berpendidikan sekolah menengah pertama(SMP) ke bawah, 18,34 persen SMA. SD dan SMP 56 persen dari total yang bekerja.
Sedangkan, profil pengangguran yang ingin dibantu dalam omnibus law, pengangguran paling banyak dari tamatan sekolah menengah kejuruan (SMK) 8,49 persen, tamatan diploma satu sampai tiga sebesar 6,76 persen, SMA 6,77, kemudian universitas 5,73. Untuk yang berpendidikan SD ke bawah angka penganggurannya sangat kecil 2,64 persen dan paling kecil kedua SMP 5,02 persen.
"Jadi kalau ingin menjamah industri padat karya, ingin membantu industri padat karya sehingga tercipta lapangan kerja yang makin luas untuk industri padat karya, jauh api dari panggang," kata dia,
Dengan begitu, menurut Faisal, harus membuka lapangan pekerjaan yang lebih berkualitas dan lebih tinggi kualifikasinya. Hal itu karena memang orang-orang yang mencari pekerjaan ini kualifikasi pendidikannya lebih tinggi. Namun, hal itu, tidak berarti abai terhadap usahausaha yang menyerap tenaga kerja banyak, di mana itu masih dibutuhkan.