TEMPO.CO, Jakarta - Tantri (bukan nama sebenarnya) sangat mencintai dan bangga bisa menjadi salah satu karyawan di PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. Sebab, kata dia, masuk menjadi bagian dari perusahaan pelat merah ini bukanlah sesuatu yang gampang.
"Semua cinta dan bangga di Garuda," kata Tantri kepada Tempo, Rabu, 28 Oktober 2020.
Tapi kini Tantri dan 700 karyawan lainnya terpaksa harus menerima surat pemutusan kontrak dari manajemen perusahaan. Kondisi bisnis penerbangan yang sedang sulit di tengah pandemi, membuat ia dan kawan-kawannya harus terdepak dari perusahaan.
Pada Selasa lalu, 27 Oktober 2020, keputusan pemutusan kontrak ini disampaikan oleh Direktur Utama Garuda Irfan Setiaputra. "Kebijakan tersebut merupakan keputusan yang sulit," kata dia.
Mereka yang diputus kontrak sebelumnya sudah dirumahkan dan tidak mendapat gaji sepeserpun alias unpaid leave sejak Mei 2020. Tantri membenarkan hal tersebut.
Tantri bercerita bahwa keputusan unpaid leave mulai diterima oleh para karyawan sejak 14 Mei 2020. Dalam surat yang dikirimkan manajemen perusahaan, kebijakan unpaid leave berlaku sampai 14 Agustus 2020.
Dalam surat dari manajemen pada 14 Mei tersebut, kata Tantri, sebenarnya ada klausul bahwa perusahaan bisa memperpanjang atau memperpendek unpaid leave, tergantung kondisi perusahaan.
Tapi setelah tanggal 14 Agustus 2020, tidak ada lagi kabar soal perpanjangan kontrak ini. Barulah kemudian pada 26 Oktober 2020, para karyawan menerima surat elektronik pemutusan kontrak secara permanen dari perusahaan.