Sedangkan KWE memperoleh izin pada 2014 untuk dua lokasi, yakni Pulau Padar dan Pulau Komodo. Di Pulau Padar, perusahaan mengantongi konsesi 151,9 hektare. Sedangkan luas izin lahan usaha wisata di Pulau Padar sebesar 274,13 hektare.
Sementara itu, Sinergindo Niagatama mendapatkan izin usaha sebesar 15,3 hektare untuk Pulau Tatawa. Saat ini, izin usaha wisata belum aktif karena mendapatkan penolakan dari masyarakat.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia atau Walhi Nusa Tenggara Timur (NTT) mendesak pemerintah menyetop proyek pembangunan taman nasional tersebut. Proyek ini dikhawatirkan mengancam keutuhan ekosistem satwa endemis di Pulau Flores.
“Walhi mengecam segala bentuk pembangunan yang menghilangkan keaslian habitat komodo,” ujar Direktur Walhi NTT Umbu Wulang Tanaamahu Paranggi.
Dia menduga pembangunan pariwisata premium akan berdampak buruk bagi keberlangsungan hidup komodo. Sebab, TNK yang merupakan kawasan konservasi perlahan mulai disulap menjadi lokus pengembangan wisata premium.
“Langkah pemerintah saat ini telah membuktikan kekhawatiran bahwa pembangunan konservasi Pulau Rinca (salah satu pulau di TNK) akan lebih didominasi kepentingan pariwisata,” katanya.
Walhi juga mengecam masuknya kendaraan berat di dalam habitat komodo, yakni Pulau Rinca, yang fotonya beredar belakangan. Sebagai kawasan konservasi, kata Wulang, Pulau Rinca semestinya memerlukan pembangunan infrastruktur seperti yang direncanakan pemerintah.
Baca: KLHK: Populasi Komodo Meningkat dalam 5 Tahun Terakhir, Sekarang 3.022 Ekor