TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Energi DPR akan mengajukan revisi Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi (Migas) dalam daftar Program Legislatif Nasional 2021. Wakil Ketua Komisi Energi Eddy Soeparno optimistis pembahasan amandemen bakal rampung dalam setahun. "Kalau awal tahun depan sudah bisa mengawali pembahasan, saya kira akhir 2021 UU Migas yang baru sudah bisa disahkan," ujarnya kepada Tempo, Senin 26 Oktober 2020.
Eddy memastikan revisi UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Migas akan menampung perbaikan pasal-pasal yang telah dibatalkan Mahkamah Agung. Salah satu prioritas utamanya adalah menentukan badan hukum yang berwenang mengeluarkan perizinan hulu migas.
Saat membubarkan BP Migas pada November 2012 silam, Mahkamah mengamanatkan pembentukan atau penunjukan badan milik negara untuk melakukan kontrak kerja sama dengan badan usaha atau bentuk usaha tetap. Saat ini tugas tersebut diserahkan kepada SKK Migas sebagai lembaga ad hoc.
Menurut Eddy, pengaturan badan hukum permanen penting untuk memberikan sinyal kepastian hukum kepada investor. Kebijakan yang berubah-ubah membuat investasi di sektor hulu migas dalam negeri tak begitu menarik.
Sejumlah investor dalam negeri pun memilih angkat kaki, seperti Royal Dutch Shell PLc yang bakal meninggalkan Blok Masela serta PT Chevron Pacific Indonesia di proyek Indonesia Deep Water Development.