TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Aneka Energi Baru dan Terbarukan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Harris Yahya mengatakan pemerintah segera menerbitkan Peraturan Presiden mengenai Energi Baru Terbarukan. Salah satu hal yang diatur dalam beleid itu adalah mengenai feed-in tariff Energi Baru Terbarukan.
Harris meyakini beleid itu bakal memperbaiki iklim investasi Energi Baru Terbarukan di Tanah Air. "Saat ini kami sedang memfinalisasi Peraturan Presiden mengenai harga energi terbarukan. Di dalam rancangan perpres ini diharapkan iklim investasi EBT di Indonesia bisa lebih menarik lagi karena di dalamnya ada ketentuan harga yang lebih simpel, yaitu ada feed-in tariff sampai kapasitas 5 megawatt," ujar dia dalam Tempo Energy Day 2020, Kamis, 22 Oktober 2020.
Harris mengatakan perkara tarif listrik EBT tersebut diatur dalam Perpres dengan harapan semua pihak akan melaksanakannya sesuai aturan. Selama ini perkara tarif tersebut acapkali menjadi kendala dalam pengembangan energi terbarukan.
"Sekarang, feed-in tariff ini harga yang sudah ditetapkan dalam Perpres, jadi tidak ada negosiasi dan bisa memudahkan. Itu untuk kapasitas pembangkit sampai 5 MW, baik untuk hydro, wave, solar, biomass, dan biogas," tutur dia. Harga tersebut juga nantinya akan disesuaikan dengan lokasi atau wilayah.
Di samping itu, nantinya beleid itu pun mengatur bahwa pengadaan energi terbarukan bisa melalui skema tunjuk langsung. Sehingga, diharapkan beleid ini bisa mendorong pengembangan Energi Baru Terbarukan ke depan.
Beleid juga akan mengatur dukungan pemerintah. Kalau dulu ada insentif tapi tidak disebut spesifik dalam aturan, dalam beleid yang disiapkan ini disebut ada 11 Kementerian dan Lembaga yang akan mendorong EBT. Harapannya setiap Kementerian dan Lembaga akan membuat regulasi yang mendorong EBT.
"Insentif yang diamanatkan dalam perpres juga akan semakin banyak dan akan ada insentif tambahan berupa pemerintah akan tutup gap antara harga yang ada di perpres dengan BPP Listrik PLN jika ditemukan di daerah," ujar Harris.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) Surya Darma mengatakan selama ini salah satu hambatan dalam pengembangan energi baru terbarukan di Indonesia adalah perkara regulasi yang acapkali berubah, yang disebutnya sebagai up and down.
"Mungkin dukungan dari pemerintah bahwa ingin melakukan diversifikasi energi itu clear. Tapi ketika keluar kebijakan dalam bentuk regulasi, regulasi itu berubah-ubah," ujar Surya.
Surya mengatakan regulasi yang dikeluarkan pemerintah kadangkala memberikan daya tarik bagi investasi, namun kemudian aturan itu diubah kembali. Sehingga, tutur dia, para investor tidak diberikan satu kepastian dalam berusaha dan mendapat aspek legalitas.
"Karena itu lah kenapa, salah satu yang saya kira harus diapresiasi adalah akan terbit peraturan presiden. Kita berharap Perpres tidak mudah berubah, sebagaimana peraturan menteri yang terdahulu. Itu yang kami sebut up and down," ujar Surya.
CAESAR AKBAR