Presiden KSPI ini menjelaskan, jauh sebelum resesi ekonomi di masa Covid-19, pada 1998 pun tetjadi resesi. Saat itu pertumbuhan ekonomi pada 1998 ke 1999 minus 17,6 persen. Terjadi penuntutan dari keras dari kaum buruh. Sehingga B.J. Habibie, presiden saat itu mengeluarkan perintah menetapkan upah minimum 16 persen.
"Padahal pertumbuhan ekonominya minus 17,6 persen," kata Said. Menurut penuturannya, dengan analogi yang sama, Indonesia di kuartal III ini belum sampai minus 8 persen. Baru setengah dari 1998-1999. "Maka kami meminta naiknya 8 persen adalah wajar."
Tujuan permintaan kenaikan upah itu, bagi Said, agar daya beli tetap terjaga. Sementara investasi sedang lesu dan belanja pemerintah dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau APBN/APBD tak bisa terus-terusan besar, serta kinerja ekspor yang juga tidak lebih bagus. "Tinggal konsumsi," kata Said.
Konsumsi yang dijaga ini, menurut dia, bisa diharapkan menjadi ujung tombak menjaga pertumbuhan ekonomi. Agar resesi tidak semakin dalam, pemerintah harus menjaga daya beli masyarakat itu. "Salah satu instrumen menjaga purchasing power adalah upah," ucap Said.
IHSAN RELIUBUN | RR ARIYANI
Baca: Soal Upah Minimum Provinsi 2021, Ridwan Kamil: Tunggu Kesepakatan