TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama Bank Syariah Mandiri (Mandiri Syariah) Toni EB Subari mengatakan merger bank syariah BUMN menjadi Bank Hasil Penggabungan akan menjamah segmen ritail, korporasi, dan UMKM. Bank yang akan melakukan konsolidasi adalah Syariah Mandiri, BRI Syariah, dan BNI Syariah.
“Bank Hasil Penggabungan bakal memiliki layanan berbasis syariah yang komprehensif dalam satu atap bagi semua segmen nasabah,” ujar Toni dalam keterangan tertulisnya, Rabu, 21 Oktober 2020.
Di segmen ritel, Bank Hasil Penggabungan akan menawarkan produk keuangan untuk keperluan ibadah haji dan umrah; zakat, infak, sedekah, dan wakaf atau Ziswaf, pendidikan, kesehatan, remitansi internasional, dan layanan lainnya yang berlandaskan prinsip syariah. Toni mengatakan produk ini akan didukung oleh layanan digital.
Sementara itu di segmen korporasi dan wholesale, Bank Hasil Penggabungan akan memiliki kemampuan untuk masuk ke sektor-sektor industri yang belum terjangkau oleh perbankan syariah. Bank syariah nasional dimungkinkan turut membiayai proyek-proyek infrastruktur berskala besar. Selain itu, Bank Hasil Penggabungan akan menyasar investor global lewat produk-produk syariah.
Kemudian di segmen UMKM, Bank Hasil Penggabungan akan memberikan dukungan kepada para pelaku usaha melalui produk dan layanan keuangan syariah. Produk yang tersedia, tutur Toni, disesuaikan dengan kebutuhan UMKM, baik secara langsung maupun melalui sinergi dengan bank-bank Himbara dan pemerintah.
Bank Hasil Penggabungan secara resmi akan beroperasi pada Ferbuari 2021. Bank ini akan tetap menjadi perusahaan terbuka dan tercatat di Bursa Efek Indonesia dengan ticker code BRIS. Total aset dari Bank Hasil Penggabungan akan mencapai Rp 214,6 triliun dengan modal inti lebih dari Rp 20,4 triliun.
Berdasarkan komposisinya, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. menggenggam saham terbesar atas Bank Hasil Penggabungan. Komposisi kepemilikan saham Mandiri mencapai 51,2 persen.
Sedangkan dua bank lainnya, yakni PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk dan PT Bank Negara Indonesia (BNI), masing-masing mengantongi 17,4 persen dan 25 persen saham. Sementara itu, 2 persen saham digenggam oleh Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) BRI Saham Syariah dan 4,4 persen milik publik.
Baca: DPR Dukung Merger Bank Syariah: Hadapi Pasar Bebas Harus Kreatif