Menanggapi perubahan itu, Kepala BPH Migas Fanshurullah Asa bersurat kepada pimpinan Badan Legislasi pada Sabtu, 3 Oktober 2020 lalu. Dalam suratnya, BPH Migas menekankan pentingnya regulator yang bersifat independen dalam penentuan tarif pengangkutan. Fanshurullah Asa menulis, "Usulan pengalihan kewenangan penetapan toll fee ke Kementerian ESDM menjadi tidak relevan." Mulyanto membenarkan adanya surat dari Kepala BPH Migas itu.
Namun Pasal 46 ayat (5) itu tetap masuk draf 905 halaman yang dibawa ke rapat paripurna 5 Oktober lalu. Beberapa hari seusai rapat paripurna, anggota Baleg bertemu kembali. Anggota Baleg dari Fraksi PDI Perjuangan Andreas Eddy Susetyo meminta agar ayat itu didrop. Alasannya, pemerintah dan DPR tidak pernah menyetujui penambahan ayat ini dalam rapat kerja.
Firman Soebagyo mengakui, perwakilan pemerintah memang tidak pernah mengusulkan pasal ini. "Saat kami minta penjelasan, jawaban wakil pemerintah tidak meyakinkan," kata Firman.
Andreas mengatakan, karena ayat (5) sudah dihapus, seharusnya keseluruhan bunyi Pasal 46 tak dicantumkan lagi. Namun pasal ini tetap ada dalam naskah 1.035 halaman dan naskah 812 halaman yang dikirimkan kepada Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
"Kalau kembali ke undang-undang existing (sebelumnya), kan tidak perlu dicantumkan," kata dia. "Saya sudah meminta itu dihapus."
BUDIARTI UTAMI PUTRI | MAJALAH TEMPO
Baca: Buntut Debat Soal Omnibus Law UU Cipta Kerja, Tagar Menkominfo Viral di Twitter