TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri alias Kadin Indonesia, Rosan Perkasa Roeslani, menjelaskan alasan omnibus law atau UU Cipta Kerja perlu dibahas di tengah pandemi Covid-19.
"Kenapa tidak fokus ke Covid-19, kita harus lihat bahwa pembahasan omnibus law ini kan enggak satu dua bulan. Ini pembahasan dari Februari dan ini sekarang baru selesai," ujar Rosan dalam sebuah webinar, Ahad, 18 Oktober 2020.
Rosan mengatakan banyak negara sudah melakukan reformasi struktural. Ia mencontohkan Malaysia yang memulai sejak 2010 dan Thailand sejak 2015. Ia menilai apabila Indonesia tidak juga melakukan reformasi struktural maka selepas pandemi Covid-19 investor tetap tak menanamkan modalnya.
"Kalau Covid-19 berakhir nanti ceritanya akan sama kayak dulu. Mereka investasi ke Vietnam, Malaysia, dan Thailand lagi," ujar Rosan.
Padahal, lanjut dia, di tengah pandemi negara-negara seperti Amerika Serikat, Eropa, dan Jepang sudah meminta para pengusahanya yang memiliki bisnis di Cina untuk keluar dari sana.
Berdasarkan data Kadin, setidaknya ada seribu perusahaan dari negeri Abang Sam yang akan hijrah dari Cina. Bahkan, Jepang pun, menurut Rosan, menyiapkan insentif sekitar Rp 2 triliun bagi perusahaan asal negaranya untuk keluar dari Cina. "Mereka tidak mau rantai pasok global terfokus di Cina," kata Rosan.
Berdasarkan survei berbagai lembaga, negara yang menjadi sasaran relokasi salah satunya Asia Tenggara. Karena itu, menurut dia, kalau Indonesia tidak melakukan reformasi struktural maka akan ketinggalan lagi.
Rosan mengatakan keberadaan omnibus law menjadi penting untuk membuat Indonesia lebih kompetitif dibanding negara tetangga dan ujung-ujungnya bisa menarik investasi dan menciptakan lapangan kerja baru. "Kadin selalu mendukung pemerintah untuk menciptakan lapangan kerja," ujarnya.
Hingga kini, omnibus law masih mendapat penolakan dari berbagai pihak, salah satunya dari buruh. Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menegaskan tidak akan terlibat dalam pembahasan aturan turunan UU Cipta Kerja.
Dia menyampaikan ke depan aksi penolakan omnibus law oleh buruh akan semakin membesar dan bergelombang. "Buruh menolak omnibus law UU Cipta Kerja. Dengan demikian tidak mungkin buruh menerima peraturan turunannya. Apalagi terlibat membahasnya," kata Said Iqbal dalam keterangan tertulis, Kamis, 15 Oktober 2020.
Ke depannya, ada empat langkah yang akan dilakukan buruh dalam menolak UU Cipta Kerja. Pertama, akan mempersiapkan aksi lanjutan secara terukur terarah dan konstitusional, baik di daerah maupun aksi secara nasional.
Kedua, mempersiapkan ke Mahkamah Konstitusi untuk uji formil dan uji materiil. Ketiga, meminta legislatif review ke DPR dan eksekutif review ke Pemerintah. Keempat, melakukan sosialisasi atau kampanye tentang isi dan alasan penolakan omnibus law Cipta Kerja khususnya klaster ketenagakerjaan oleh buruh.
Baca juga: Omnibus Law UU Cipta Kerja Diprediksi Lahirkan 37 PP dan 5 Perpres
CAESAR AKBAR