"RUU tersebut juga mengusulkan reformasi yang dapat menyebabkan dampak pada kesehatan dan keselamatan masyarakat, lingkungan dan hak-hak tenaga kerja," tulis Bank Dunia dalam laporan setebal 4 halaman tersebut.
Dalam laporan tersebut Bank Dunia menyebutkan jutaan pekerjaan hancur selama berlangsungnya krisis ini dan ada kemungkinan peningkatan permintaan yang lebih
banyak terhadap tenaga kerja yang memiliki keterampilan tinggi. "Oleh karena itu, penganggur perlu dibantu dalam mencari pekerjaan dan meningkatkan keterampilan
mereka untuk memenuhi kebutuhan pemberi kerja," kata Bank Dunia.
Selain itu, pemerintah perlu memperbaiki kesenjangan yang baru diidentifikasi
dalam cakupan perlindungan sosial Indonesia dan membangun ekspansi berbasis Covid dalam sistem. Pemerintah juga harus mempercepat penyelesaian perawatan kesehatan universal yang didanai secara tepat untuk semua, akan membantu membangun, mempekerjakan, dan melindungi modal manusia Indonesia.
Pada saat yang sama, Bank Dunia menilai, pemangkasan belanja modal publik dan penundaan proyek infrastruktur yang diakibatkan oleh Covid -19 perlu ditingkatkan kembali agar tidak menghambat agenda infrastruktur pemerintah yang
mendukung pertumbuhan. Pemerintah juga perlu menggenjot partisipasi sektor swasta dalam infrastruktur juga penting, dan akan memerlukan peningkatan belanja.
Hal ini, kata Bank Dunia, mengingat adanya kebutuhan pengeluaran dan pada saat yang sama pemerintah harus melandaikan ‘kurva utang’, kebijakan stimulus fiskal ini perlu secara bertahap dikurangi seiring dengan perlunya peningkatan penerimaan. Krisis perekonomian yang membebani kondisi fiskal ini dapat menyebabkan utang publik
Indonesia meningkat pesat, dan memerlukan biaya utang yang lebih tinggi.
"Jika tidak terdapat reformasi dalam kebijakan peningkatan penerimaan, pada akhirnya biaya utang ini akan dapat berdampak pada belanja prioritas dan berisiko pada tingkat peringkat kredit investasi Indonesia yang telah diperoleh dengan susah payah," kata Bank Dunia saat itu.