Sofyan lalu mengajak pihak-pihak yang memiliki kompetensi untuk menjadi dewan pengawas. Misalnya, aktivis agraria. Keberadaan dewan pengawas, kata Sofyan, penting agar kinerja lembaga tersebut tetap transparan dan sesuai dengan marwah pembentukannya.
Bank tanah merupakan perantara alias intermediary yang mengelola tanah-tanah telantar atau yang habis masa hak guna usahanya (HGU) dan tidak diperpanjang. Sesuai dengan fungsinya, pengelola bank tanah bakal mengalihkan manfaat tanah-tanah tak bertuan menjadi lahan untuk kepentingan masyarakat.
Tanah-tanah tidak produktif itu nantinya akan digunakan sebagai lahan perumahan rakyat di perkotaan yang diberikan kepada rakyat dengan harga murah, bahkan gratis. Bisa juga digunakan untuk pembangunan taman-taman kota atau untuk kepentingan reforma agraria sebagai lahan pertanian.
Pembentukan Bank Tanah dalam undang-undang sapu jagad sempat dikritik tiga partai dalam pembahasannya di DPR , pertengahan September lalu. Sorotan datang dari PDIP, PKB, dan Partai NasDem. Anggota Panja dari Fraksi NasDem, Taufik Basari, misalnya, mempertanyakan kepastian bahwa Bank Tanah tak akan merambah kawasan hutan dan mengganggu program reforma agraria.
Sedangkan Wakil Ketua Badan Legislasi DPR Ibnu Multazam mempertanyakan urgensi pembentukan Bank Tanah. Politikus PKB ini menyinggung kebijakan pemerintah yang melakukan moratorium pembentukan lembaga, tetapi justru ingin membentuk Bank Tanah melalui UU Cipta Kerja.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA | BUDIARTI UTAMI PUTRI
Baca: BKPM: UU Cipta Kerja Wajibkan Perusahaan Besar Miliki Amdal