TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memberikan penjelasan mengenai intervensi Bank Indonesia (BI) di pasar perdana Surat Berharga Negara (SBN). Penjelasan ini disampaikan dalam acara CNBC Debate on the Global Economy, yang juga dihadiri oleh sejumlah pimpinan lembaga multilateral.
Sri Mulyani mengatakan intervensi ini bertujuan untuk menghasilkan tambahan pendanaan untuk menghadapi pandemi yang sedang terjadi. Pemerintah, kata dia, akan menggunakan pembiayaan lewat instrumen ini secara hati-hati.
"Kami tidak akan ceroboh," kata Sri Mulyani dalam acara yang digelar pada Kamis malam, 15 Oktober 2020.
Selain Sri Mulyani, hadir juga Managing Director International Monetary Fund (IMF) Kristalina Georgieva, President European Central Bank (ECB) Christine Lagarde, dan mantan Menteri Keuangan Nigeria Ngozi Okonjo-Iweala.
Sri Mulyani melanjutkan, di tahun 2020 ini, Indonesia memiliki defisit fiskal 1,7 persen dan Debt to GDP Ratio di posisi 30 persen. Untuk menghadapi pandemi, defisit pun diperlebar menjadi 6,3 persen pada 2021.
Pelebaran defisit ini kemudian memerlukan sumber pembiayaan baru. Salah satunya sudah dimulai Indonesia sejak April 2020 dengan mengakses pembiayaan dari pasar keuangan global. "Kami beruntung, masih bisa mengakses, meskipun dalam kondisi pasar yang turbulensi," kata dia.
Di waktu yang bersamaan, pemerintah Indonesia pun juga berkomunikasi dengan BI untuk intervensi di pasar perdana SBN ini. Lalu, pemerintah pun harus memberi penjelasan kepada para pemegang SBN dan rating agensi global.
Pemerintah, kata Sri Mulyani, menyampaikan bahwa intervensi ini dilakukan untuk menghadapi pandemi yang belum pernah terjadi sebelumnya. Sebab, pemerintah tak ingin ada kesan bahwa Indonesia sedang mengancam independensi dari bank sentralnya sendiri.
Baca: Sri Mulyani Raih Penghargaan Menkeu Terbaik Asia Timur dan Pasifik Tahun 2020