Nantinya, IBH bersama anak usaha masing-masing ketiga perusahaan tersebut, serta mitra dari luar negeri akan membentuk usaha patungan tiap sektornya. Proyek JV ini melingkupi proyek smelter HPAL dan RKEF di sisi hulu, kemudian proyek precursor, proyek katoda, sel baterai dan kotak di sektor intermediate, serta ESS-charging station-power solutions hingga daur ulang di sisi hilir.
Orias menyebutkan, untuk proyek HPAL dan RKEF dipertimbangkan akan dibangun di Maluku Utara atau Konawe Utara, Sulawesi Tenggara dengan estimasi nilai investasi sekitar US$ 2,5 miliar - US$ 3 miliar. Kapasitasnya mencapai 50.000 ton per tahun untuk HPAL dan 100.000 ton per tahun untuk RKEF.
Dalam produksi baterai tersebut, Orias mengatakan salah satu bahan baku yang tidak tersedia di dalam negeri adalah litium, sehingga perlu diimpor. Kalau pun ada tambang yang bisa dilepas, Orias mengatakan Mind Id siap untuk berinvestasi di sana karena demandnya yang jelas, termasuk berinvestasi di perusahaan asing.
"Kami sudah lihat dan dengar litium itu ada di (negara) mana. Karena kondisi sekarang demandnya tinggi sekali, investasi saat demand tinggi itu tentu kita akan bayar mahal. Teyapi, kita terbuka untuk melihat potensi itu," ujar Orias.
Orias berharap adanya industri baterai berjalan beriringan dengan pengembangan industri kendaraan listrik di dalam negeri. Apabila permintaan (demand) di dalam negeri tidak besar, Orias mengatakan industri akan mengarahkan untuk memenuhi pasokan (supply) global. Selain untuk kendaraan listrik, permintaan juga bisa didorong untuk kebutuhan di pulau kecil dan daerah wisata untuk energi yang ramah lingkungan.
BISNIS | LARISSA HUDA
Baca: Bos MIND ID Paparkan Rencana Pembentukan Indonesia Battery Holding