Terkait bagaimana memastikan pekerja atau buruh mendapatkan hak pesangonnya, ia mengatakan akan ada ketentuan sanksi yang memaksa perusahaan. “Ada nanti sanksinya diatur. Law enforcement ditegakkan,” katanya. Sanksi tersebut akan diatur sebagaimana ketentuan UU Nomor 13 Tahun 2003.
Sementara itu, menurut Ida besar pesangon yang di atur di dalam UU Ketenagakerjaan sebenarnya merupakan kemampuan rata-rata besar pesangon perusahaan di seluruh dunia. Namun, faktanya perusahaan belum mampu membayar. “Nyatanya kita tidak mampu, buktinya yang tadi sudah saya sampaikan,” ucapnya.
Di dalam UU Cipta Kerja, disebutkan besar pesangon diberikan maksimal 25 kali upah dengan skema pembayaran 19 kali oleh perusahaan. Sisanya, enam kali melalui program Jaminan Kehilangan Pekerjaan yang dikelola oleh BPJS Ketenagakerjaan.
Secara total, besar pesangon di UU Cipta Kerja ini lebih kecil dari jumlah yang ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. UU Cipta kerja yang disahkan juga memperkenalkan skema baru terkait dengan jaminan sosial ketenagakerjaan. Jaminan sosial tersebut diatur dalam program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).
JKP ini diklaim tidak mengurangi manfaat dari berbagai jaminan sosial lain yang telah ada seperti Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM), Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pensiun (JP). “Program JKP ini memiliki 3 manfaat yaitu cash benefit, vocational training (pelatihan kerja) dan akses penempatan,” ujar Ida.
GABRIEL ANIN | RR ARIYANI
Baca: UU Cipta Kerja, Airlangga: Salary Tidak Turun, Waktu Kerja seperti UU Lama