TEMPO.CO, Jakarta – Wakil Menteri Luar Negeri Mahendra Siregar menyayangkan kerja sama antara Indonesia dan Jepang yang menurun selama pandemi Covid-19. Mahendra mengatakan kerja sama kedua negara bahkan tak terlihat dalam pengadaan vaksin Covid-19 hingga alat-alat kesehatan.
“Memang hubungan rutin yang sudah terjadi tetap berjalan. Tapi hubungan kerja sama strategis yang diharapkan semakin menonjol saat krisis hampir tidak terlihat,” ujar Mahendra dalam konferensi virtual pada Rabu, 14 Oktober 2020.
Dalam mengembangkan vaksin Covid-19, Indonesia bekerja sama dengan negara-negara lain seperti Cina, Uni Emirat Arab, dan Inggris. Komitmen kerja sama tersebut terjalin untuk pembelian vaksin jadi dan bulk hingga akhir 2021.
Absennya Jepang untuk memperkuat kemitraan dengan Indonesia di masa penyebaran Covid-19 bukan hal biasa. Sebab pada krisis-krisis sebelumnya, seperti krisis moneter Asia 1998 dan krisis keuangan global 2008, Jepang selalu menjadi pilar penting bagi Indonesia untuk menghadapi goncangan ekonomi. Begitu pun sebaliknya.
“Dua negara selalu menjadi penunjang dari berbagai tantangan krisis dan bencana alam maupun kesulitan lain yang dialami Indonesia maupun Jepang,” tutur Mahendra.
Di luar urusan vaksin, kemitraan Jepang dan Indonesia juga tak tampak dalam rencana pembangunan koridor perjalanan atau travel coridor. Di samping itu, dari sisi investasi, Mahendra menyebut hanya segelintir perusahaan Jepang yang memiliki rencana merelokasi pabrik ke Indonesia di tengah kencangnya gelombang penanaman modal.
Menurut Mahendra, kondisi ini tidak sebanding dengan hubungan Indonesia-Jepang yang telah dibangun selama 60 tahun. Dia lantas mengajak kedua negara memperbaiki kemitraan.
“Kita tidak perlu mencari siapa yang salah dan kurang. Sudah jelas ini tanggung jawab kedua belah pihak,” ucapnya.
Hal senada diungkapkan Duta Besar Indonesia untuk Jepang, Heri Akhmadi. Heri mengatakan terdapat tantangan untuk meningkatkan perdagangan dan investasi antara Indonesia dan Jepang. “Mengingat surplus perdagangan secara absolut terus menurun, di bidang investasi, peran jepang juga sedikit berkurang,” ujar Heri.
Menurut Heri, situasi tersebut terjadi lantaran adanya kendala akses komoditas akibat pandemi Covid-19. Perekonomian yang melambat pun menjadi faktor lainnya. Meski demikian, ia meminta momentum ini digunakan oleh Indonesia untuk mengkaji ulang strategi kemitraan dan membuka peluang komunikasi kembali di bidang perdagangan dan investasi.
Data Badan Koordinasi Penanaman Modal atau BKPM menunjukkan sepanjang 2015-2019 realisasi investasi Jepang ke Indonesia menduduki posisi kedua dengan nilai US$ 22.537,7 juta. Sedangkan selama Semester I 2020, realisasi investasi Jepang sebesar US$ 1.212,9 juta dengan penyerapan tenaga kerja Indonesia sebanyak 33.318 orang.
Investasi Jepang mayoritas ditanamkan di Jawa Tengah, yakni mencapai 36 persen dengan nilai US$ 436,8 juta. Sedangkan sektor yang mendominasi adalah listrik, gas, dan air sebesar US$ 429,7 juta; perumahan, kawasan industri, dan perkantoran sebesar US$ 175,5 juta; dan industri lainnya sebesar US$ 138 juta.
Baca juga: PM Jepang Yoshihide Suga Berkunjung ke Indonesia Pekan Depan
FRANCISCA CHRISTY ROSANA