TEMPO.CO, Jakarta - Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) mencatat hilangnya permintaan pada April-Juni 2020 membuat sebagian besar pabrikan menghentikan produksinya sejak Agustus 2020. Terlebih, tidak adanya pameran mebel pada akhir kuartal III 2020 membuat mesin-mesin di sebagian pabrikan belum akan menyala.
"Kalkulasi kami mungkin akan tetap terjadi penurunan dibanding [nilai ekspor] tahun lalu yang US$ 2,5 miliar. Kalau kami lihat di lapangan bisa saja mengalami penurunan 8-12 persen. Lumayan besar, karena ada stop order," kata anggota Presidium HIMKI Abdul Sobur kepada Bisnis, Sabtu, 10 Oktober 2020.
Baca Juga:
Dengan kata lain, nilai ekspor industri furnitur sampai akhir 2020 hanya akan mencapai sekitar US$ 2,25 miliar. Sobur meramalkan perbaikan permintaan pada industri mebel baru akan membaik setidaknya pada kuartal II 2021.
Penurunan nilai ekspor tersebut menggambarkan performa industri mebel secara keseluruhan mengingat 95 persen pabrikan mebel nasional berorientasi ekspor. Adapun, sekitar 80 persen dari total pabrikan di industri mebel masih berskala industri kecil dan menengah (IKM).
Sobur mencatat saat ini median utilisasi industri mebel berada di kisaran 40 persen. Adapun, angka tersebut membaik dari angka pada April 2020 di kisaran 20 persen.
"Tren akan naik meski tidak signifikan. Kami prediksi terutama awal tahun depan akan lebih tinggi [tingkat utilisasi industri mebel nasional]," ucapnya
Sobur menyampaikan peningkatan utilisasi per September 2020 tersebut disebabkan oleh peningkatan permintaan dari pasar global. Menurutnya, peretail di pasar global meyakini bahwa pandemi global yang terjadi saat ini dapat diatasi awal 2021, tepatnya sekitar Februari-Maret.