TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Institute for Development of Economics and Finance Ahmad Heri Firdaus menilai ramainya penolakan dari kelompok masyarakat terhadap Omnibus Law UU Cipta Kerja, hingga terjadinya mogok kerja buruh, bakal membuat investor berpikir ulang untuk berinvestasi di Indonesia.
"Mereka melihat demo buruh mogok kerja, akan berpikir kalau investor masuk ke Indonesia dan mogok kerja malah jadi rugi. Sehingga kondisi ini bukannya menjadi insentif, malah disinsentif," ujar Ahmad kepada Tempo, Rabu, 7 Oktober 2020.
Heri menyebut sebuah peraturan semestinya dijalankan berdasarkan aspirasi bersama. Namun, banyaknya penolakan terhadap beleid ini justru menandakan ada hal yang belum kokoh dari substansi aturan ini, salah satunya belum mengakomodasi kepentingan buruh.
"Kalau sudah seperti ini yang sudah dirugikan kan pengusaha, industri, pemerintah, dan buruh juga lantaran bisa kehilangan income karena demo," kata Heri.
Hal senada juga disampaikan oleh ekonom dari Universitas Indonesia Fithra Faisal. Fithra melihat motivasi pemerintah cukup positif dalam membentuk aturan ini dan Indonesia memang membutuhkan undang-undang tersebut sebagai pondasi penunjang produksi Industri ke depannya. Namun, ia melihat lahirnya beleid ini tidak melibatkan partisipasi publik secara menyeluruh. Akibatnya, penolakan pun terjadi dari berbagai kalangan.
Selain dari kalangan buruh, beleid ini juga ditolak oleh para pegiat lingkungan, akademikus, bahkan para investor global. Belum lama ini, berdasarkan keterangan resmi yang diterima Tempo, 36 perusahaan investasi global dengan total dana kelolaan mencapai US$ 4,1 triliun di Indonesia pun menyatakan prihatin dengan adanya Omnibus Law. Salah satu alasannya, dengan adanya undang-undang baru ini, bisa merusak lingkungan seperti hutan tropis di Indonesia.
"Kalau melihat penolakan yang semakin besar seperti aktivis lingkungan, ahli hukum, akademikus, artinya partisipasi publik minim, sehingga investor akan melihat juga kestabilan politik," ujar Fithra. Kalau demikian, alih-alih membuat para pemodal masuk ke Indonesia, bisa-bisa mereka malah beralih ke negara lain. "Kalau ada penolakan besar justru menghambat investasi itu sendiri."