TEMPO.CO, Jakarta – Pengelola terminal angkutan darat kini wajib menyediakan lapak untuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) sebesar 30 persen dari total fasilitas kegiatan yang tersedia. Perubahan itu diatur dalam Undang-undang atau UU Cipta Kerja atau Omnibus Law yang baru saja disahkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
“Fasilitas terminal harus menyediakan tempat untuk kegiatan usaha mikro dan kecil paling sedikit 30 persen,” demikian bunyi ayat 4 Pasal 38 dalam UU Cipta Kerja.
Baca Juga:
Aturan ini merupakan klausul tambahan dari Pasal 38 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu-lintas Angkutan Jalan. UU 22 Tahun 2009 sebelumnya tidak mengatur pemanfaatan lahan usaha UMKM di kawasan terminal.
Adapun ketentuan mengenai kerja sama dengan UMKM dan penyediaan tempat untuk kegiatan usaha akan diatur dengan beleid turunan, yakni Peraturan Pemerintah. Aturan tersebut mulai berlaku sejak uu Cipta Kerja diundangkan.
DPR resmi mengesahkan Rancangan Undang-undang atau RUU Cipta Kerja dalam sidang paripurna, Senin, 5 Oktober 2020. Pengesahan berlangsung sehari sebelum forum buruh dan aliansi masyarakat menggelar aksi protes nasional untuk menolak RUU.
Disahkannya RUU Cipta Kerja menjadi UU menuai protes lantaran sejumlah pasal di antaranya dianggap mengurangi hak-hak buruh. Hak pesangon, misalnya, berkurang dari sebelumnya 32 kali menjadi 25 kali. UU Cipta Kerja juga menghapus klausul libur dua hari dalam sepekan bagi pekerja.